Sunday, January 11, 2015

Cerita Sukses Pengelolaan Air Bersih Oleh Masyarakat di Nagori Mekar Sari - Simalungun - Sumatera Utara




Infrastruktur permukiman, akhir-akhir ini menjadi konsen dalam pekerjaan saya. Memiliki kesempatan untuk lebih paham tentang kondisi infrastruktur permukiman dimulai pada tahun 2012.  Saat itu kami mengunjungi beberapa kawasan perdesaan di Pulau Sumatera. Survey mendalam kami lakukan di dua lokasi, yaitu di Desa Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin – Sumatera Selatan dan Desa Mabar dan Desa Sibaganding  Kabupaten Deli Serdang – Sumatera Utara. Desa-desa yang kami kunjungi tersebut memiliki karakter yang sama, yaitu dikelilingi perkebunan kelapa sawit. Permasalahan yang dihadapi terkait infrastruktur permukiman berbeda-beda di setiap desa.  Desa Tanjung Lago masih sangat minim dari segi aksesibilitas. Letak desa masuk ke dalam sekitar 3 Km dari arah jalan provinsi yang menghubungkan Kota Pelembang dengan Pelabuhan Tanjung Api-api. Konstruksi jalan masuk desa masih berupa tanah liat. Menurut penuturan kepala desa (pada saat itu dijabat oleh perempuan yang masih muda), apabila musim hujan, desa menjadi terisolir karena jalan berlumpur tidak dapat dilalui kendaraan.  Sedangkan kondisi infrastruktur jalan di Desa Mabar dan Sibaganding Deli Serdang, relatif baik. Sehingga warga tidak mengalami kesulitan dalam hal aksesibilitas.
Persoalan yang sama yang dihadapi desa-desa tersebut diatas adalah air bersih dan sanitasi. Warga di Desa Tanjung Lago- Banyu Asin kebutuhan air nya berasal dari sungai yang mengelilingi permukiman mereka. Belum ada program pengadaan air bersih di desa ini. Sistem  sanitasi  yaitu MCK berderet di sungai,  hal yang umum terjadi di permukiman tepi sungai. Pemerintah melalui program pemberdayaan masyarakat, telah mencoba untuk membangunkan MCK umum di desa ini, tetapi MCK tersebut mangkrak. Warga beralasan letak MCK yang terlalu jauh dari rumahnya, sementara MCK di belakang rumah di tepi sungai lebih mudah untuk dijangkau.

Kondisi Sanitasi di Desa Tanjung Lago- Banyuasin

 Warga Desa Mabar Kabupaten Deli Serdang, lebih miris kondisinya dalam mendapatkan air. Sumber air  berjarak sekitar 300 meter dari permukiman, tetapi harus melalui  lembah yang sangat curam. Belum ada sistem pipanisasi, warga mengambil air dengan tempat seadanya. PNPM Perdesaan telah membangun pompa air di lokasi yang lebih datar, tetapi mangkrak, tidak berfungsi. 
Medan menuju sumber mata air di Desa Mabar- Deli Serdang

Tahun 2013, saya berkesempatan untuk mengunjungi perbatasan negara di Pulau Sebatik- Kalimantan Utara. Permukiman penduduk tersebar di tepi pantai dan di pedalaman. Permukiman di tepi pantai, sebagian besar terapung dan sistem sanitasinya langsung dibuang ke laut. Di beberapa lokasi terdapat MCK Umum yang dibangun pemerintah melalui program pemberdayaan, tetapi MCK umum tersebut mangkrak tak terpakai. Beberapa tanki air penampungan air bersih juga terdapat di lokasi, tetapi sepertinya sudah lama tidak terpakai. Tidak jauh berbeda kondisi demikian ditemui di  permukiman pedalaman, pemerintah telah membangun MCK umum lengkap dengan bak penampungan air. Tetapi tidak berfungsi karena belum ada jaringan listrik. 
MCK yang mangkrak di Sebatik - Kalimantan Utara
 
Tahun 2014, terkait program pengembangan kawasan perdesaan berkelanjutan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, kami melakukan survey mendalam di beberapa desa di tepian Sungai Komering. MCK terapung sudah menjadi bagian dari keseharian warga. Pemerintah telah membangun beberapa MCK Umum, tetapi tidak difungsikan maksimal oleh warga . Pemerintah juga telah membangun sistem penyediaan air minum berbasis masyarakat, tetapi tidak berfungsi. Mesin air mati karena iuran warga yang macet, dan pompa air tidak berfungsi karena tidak ada air yang mengalir.

Tanki air program Pamsimas yang mangkrak di Desa Sukadarma - OKI
Mungkin jadi wajar kalo akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa banyak program yang digulirkan pemerintah gagal karena pada akhirnya tidak berfungsi. Sebelum program bergulir, seharusnya ada kegiatan dalam rangka  penyadaran masyarakat untuk merubah pola hidup yang telah terjadi secara turun temurun. Dan itu membutuhkan waktu. Tidak cukup hanya dengan siklus projek misalnya hanya satu tahun. Hal lain yang terpenting menurut saya, pemerintah sangat kurang memberikan perhatian kepada operation and  maintenance (OM) baik itu oleh pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat. Masyarakat perlu dilatih dan dibina untuk dapat melakukan OM. 

Tetapi kemudian,  saya langsung terpana WOW ketika awal desember ini kami melakukan kunjungan lapangan terkait program PNPM PISEW. Ternyata sekelompok masyarakat berhasil memanfaatkan dan mengelola bantuan pemerintah, bahkan selisih dari pengeluaran dan pendapatan bisa untuk merehabilitasi masjid dan inisiasi pembangunan RA/TK. Ini terjadi di sebuah desa bernama Nagori Mekar Sari Raya yang berada di Kecamatan Panei – Kabupaten Simalungun – Sumatera Utara.
Nagori Mekar Sari Raya adalah sebuah desa yang berada di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit milik PT Perkebunan IV. Jarak desa menuju kota terdekat, yaitu Kota Pematang Siantar sekitar 15 Km dengan waktu tempuh 30 – 45 menit. Menuju desa ini, dari Siantar dapat dilalui melalui jalan raya  Siantar – Kaban Jahe. Menurut penuturan Panghulu (kepala desa dalam bahasa lokal), desa ini ada sejak tahun 1940-an. Pada saat itu, perusahaan swasta membuka perkebunan teh dan membawa pekerja dari Jawa. Kemudian, terbentuk lah permukiman di sekitar perkebunan dan berkembang menjadi sebuah desa. Ketika tahun 2000an mulai booming perkebunan sawit, perkebunan teh tersebut kemudian berubah menjadi perkebunan sawit. Beberapa warga menjadi pekerja sawit dan beberapa menjadi petani. Lokasi lahan yang tidak datar, menjadikan jenis pertanian yang berkembang yaitu jenis tanaman keras seperti kopi, coklat dan durian. Beberapa ruas lahan dapat dimanfaatkan warga untuk jenis tanaman jagung dan saat ini tanaman melon sedang menjadi primadona petani disana. 
Pintu Masuk Menuju Nagori Mekar Sari Raya

Padi ladang, coklat, kopi , dan durian adalah jenis tanaman yang cocok di Nagori Mekar Sari Raya




warung kopi sebagai sarana interaksi warga yang dilengkapi saung teduh di tengah kolam, meja bilyar dan rental PS

 
Berada di lokasi dengan kontur berbukit, sehingga sulit untuk mendapatkan air bersih. Untuk mendapatkan air bersih, warga harus mencarinya sampai ke lembah dengan jarak lebih dari 1 Km. Terdapat sumber air, yaitu mata air yang terletak di perbukitan dengan jarak tempuh sekitar 3 Km dari perkampungan. Kemudian, pada tahun 2009 pemerintah melalui PNPM Pisew membangun sistem perpipaan air dari mata air tersebut untuk dapat disalurkan ke permukiman. PNPM Pisew hanya dapat memberikan bantuan perpipaan sepanjang ± 1.550 M. Sisanya, warga bersepakat untuk gotong royong. Untuk pemanfaatan dan pengelolaan infrastruktur yang telah dibangun, dibentuk Kelompok Pemanfaat dan Pengelola (KPP) Tirta Wening. 

KPP Tirta Wening inilah  yang membuat saya terpana WOW. Kelompok yang sebagian besar petani dengan rata-rata pendidikan SD dan SMP ternyata telah dapat mengelola dan menjalankan amanah dengan baik. Mereka menyusun pembukuan dengan rapih. Setiap akhir tahun melakukan rapat untuk laporan pertanggung jawaban kepada warga.  Karena pengelolaan yang baik, selisih dari pengeluaran dan pendapatan dapat dimanfaatkan untuk inisiasi pembangunan RA/TK dan rehabilitasi masjid desa. 


Rehab masjid dan inisiasi pembangunan RA/TK hasil oleh KPP Tirta Wening

Keberhasilan KPP Tirta Wening yang telah dinobatkan sebagai KPP terbaik nasional tentu berkat dukungan penuh warga nagori Mekar Sari Raya. Secara sadar mereka membayar retribusi air. Tarif yang dikenakan yaitu Rp 1.000/m3 dan abodemen Rp 2.000/bulan. Biaya pemasangan awal yaitu Rp 1.250.000 per rumah.
Di tengah keprihatinan tentang tidak berjalannya pengelolaan dan pemanfaatan infrastruktur oleh masyarakat, apa yang terjadi di Nagori Mekar Sari Raya menimbulkan suatu sikap optimis. Bahwa, masyarakat sebetulnya mampu untuk peduli dalam memanfaatkan dan memelihara fasilitas. Memperlihatkan cerita keberhasilan di Nagori Mekar Sari Raya, mungkin akan menggugah masyarakat untuk dapat memberdayakan dirinya sendiri dalam meningkatkan kualitas lingkungan huniannya. 




Air yang deras mengalir di seluruh rumah dan di air mancur sebagai landmark Desa

2 comments: