Monday, January 26, 2015

Belajar dari sistem pertanian di Desa Tuwed - Jembrana - Bali : subak, multikultur dan dukungan pemerintah.



Mendapat tugas ke Bali, siapa saja tentu akan senang. Sudah membayangkan dari awal, saya akan maaiiin, haha. Tugas saya ini berkaitan dengan program pengembangan kawasan perdesaan berkelanjutan dari Kementerian Pekerjaan Umum. Kawasan perdesaan berkelanjutan... hhmm kemudian yang terbayang adalah Ubud dengan persawahan nya yang berundak-undak atau terasering. Tetapi ternyata, wilayah yang menjadi tugas kami yaitu Kabupaten Jembrana, bukan Ubud yang terletak di Kabupaten Gianyar. Langsung saya buka google earth untuk mencari tau dimana letak Kabupaten Jembrana. Ternyata, Kabupaten Jembrana terletak di Bali Barat, kurang lebih  3 jam dari Bandara Ngurah Rai – Kuta.  Pelabuhan penyeberangan Gilimanuk berada di kabupaten ini.
Masih penasaran dengan Kabupaten Jembrana, karena pernah merasa mendengar nama kabupaten ini yang terkait dengan good governance. Ternyata betul dugaan saya. Kabupaten Jembrana tercacat sebagai kabupaten yang menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Kabupaten Jembrana dinilai telah berhasil melakukan reformasi birokrasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Jumlah rumah tangga miskin berkurang 44%, tingkat kematian bayi berkurang 45%.  Bidang pendidikan, yaitu membebaskan SPP dari jenjang SD sampai SMA serta pemberian beasiswa bagi siswa sekolah swasta. Kebijakan ini menurunkan 75% angka tingkat putus sekolah. Dahulu Kabupaten Jembrana adalah kabupaten dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkecil se-provinsi Bali. Pada tahun 2000, PAD Jembrana hanya sekitar 2,5 M. Dibawah kepemimpinan Prof. I.Gede Winasa, pada tahun 2002 PAD meningkat menjadi 11,5 M. Di akhir jabatan bupati Winasa pada tahun 2010, PAD Jembrana mencapai 41,9 M. Ketika pemerintahan Jokowi gembar-gembor tentang kartu pintar, Bupati Winasa telah melakukan ini di Kabupaten Jembrana, yaitu J-Smart atau Jembrana Smart Card. Kartu ini multi fungsi sebagai kartu identitas dan kartu berobat.
Angka- angka diatas, memang tampak jelas dari penampakan fisik Kabupaten Jembrana. Berada di jalur jalan nasional Gilimanuk – Denpasar, persoalan infrastruktur darat tidak menjadi kendala bagi Kabupaten Jembrana. Jalan raya mulus beraspal hotmik. Sepanjang saya melewati beberapa jalan desa, jalanan beraspal mulus dengan lebar sekitar 3-4 meter. Dan sepanjang pengamatan saya di beberapa desa, rumah penduduk berjejer rapi dengan konstruksi permanen. Memang terdapat beberapa rumah yang masih temporer dan semi permanen, tapi itu tidak mengurangi estetika lingkungan secara keseluruhan.
Ada satu desa yang menurut saya sangat indah. Ini saya temui ketika saya akan mengunjungi Bendungan Palasari. Desa Ekasari namanya. Tingkat ekonomi warga yang lumayan baik tercermin dari bangunan rumahnya yang tampak kokoh dan halaman yang luas. Di tengah desa, terdapat bangunan besar berarsitektur Bali, dan terdapat patung bunda maria di tengah-tengahnya. Ternyata itu adalah gereja katolik yang didirikan pada tahun 1940. Walaupun usianya sudah tua, tetapi gereja ini kondisinya masih baik.
Gereja Katolik tersebut juga terkenal dengan nama gereja Palasari, karena letaknya di dusun Palasari. Di dusun ini pula terdapat bendungan Palasari yang mulai dibangun pada tahun 1986 dan selesai pada tahun 1989. Bendungan ini memiliki wilayah cakupan irigasi seluas 1.300 Ha. Salah satunya adalah kawasan pertanian yang berada di Desa Tuwed Kecamatan Melaya. Desa Tuwed inilah yang menjadi fokus tugas kami.

Bendungan Palasari

Karena sejak awal sudah membayangkan persawahan yang  berundak-undak, memasuki Desa Tuwed pun saya masih berharap demikian. Tapi ternyata tidak, karena wilayah nya relatif datar dan berbatasan langsung dengan samudera hindia. Kebetulan pada saat datang ke Tuwed, bukan musim tanam padi. Sawah dapat ditanami padi hanya satu kali. Hal ini dikarenakan air yang mengalir dari bendungan Palasari tidak mencukupi untuk mengairi sawah dan terkait kondisi saluran irigasi tersier yang masih alami. Karena sawah hanya dapat ditanami padi satu kali saja. Tanaman palawija dan holtikultura kemudian menjadi jenis tanaman yang ditanam ketika sawah tidak ditanami padi
Yang menarik dari sistem pertanian di Tuwed khususnya dan di Bali umumnya adalah adanya tata pengaturan air yang disebut Subak. Subak berfungsi mengatur pembagian air bagi para anggotanya agar masing-masing memperoleh air dengan seadil-adilnya dan bertujuan mensejahterakan anggotanya. Asas kerja Subak berdasarkan keadilan: setiap warga desa bertugas mengatur pembagian air, memelihara dan memperbaiki saluran air, melakukan pemberantasan hama, melakukan inovasi pertanian dan mengaktifkan kegiatan upacara keagamaaan. 
Selain merupakan suatu sistem, subak juga merupakan suatu komunitas. Subak Puspasari adalah salah satu kelompok petani pengelola air di Desa Tuwed.  Untuk melakukan musyawarah, Subak memiliki tempat yang bernama Balai Subak. di Balai Subak ini pula terdapat Pura yang dinamakan Pura Ulin Suwi. Subak sendiri memiliki pura yang khusus dibangun oleh petani diperuntukan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan Dewi Sri, yaitu: 1) Pura Ulan Danu yang terletak di hulu sumber air; 2) Pura Ulun Suwi yang terletak di Balai Subak.

 
Pura Ulun Suwi di Balai Subak Puspasari

Balai Subak sebagai tempat bermusyawarah


Pada saat mengunjungi Subak Puspasari, saya terkagum-kagum dengan sistem dan kebersamaan yang mereka miliki. Subak Puspasari memiliki luas 100 Ha dengan jumlah anggota 127 orang. Sesuai dengan prinsip Subak membagi air secara rata dan adil, Subak Puspasari pun harus menganut prinsip itu.. Untuk berjalan nya sistem yang baik, Subak memiliki awig-awig atau peraturan yang memiliki sangsi. Salah satu peraturannya adalah tidak menanam padi pada saat bukan musim padi. Apabila melanggar, petani tersebut dikenai denda. Uang denda inilah yang menjadi salah satu sumber pemasukan Subak untuk menjalankan organisasi. Selain dari denda, sumber pemasukan lainnya berasal iuran rutin para anggota, iuran pangkal anggota baru, bantuan pemerintah dan hasil usaha dari Subak. 
Yang membuat kekaguman saya selain pada sistem organisasi, juga pada sistem pertanian yang mereka terapkan. Karena keterbatasan infrastruktur pengairan yang menjadi penyebab menanam padi hanya satu kali, mereka menerapkan sistem pertanian multikultur, yaitu tidak hanya menanam satu jenis tanaman. Tanaman tersebut selain padi yaitu menanam kacang panjang, jagung, kedelai, cabe, melon dan semangka. Melon dan semangka saat ini menjadi primadona disana dan telah di ekspor ke Pulau Jawa. Pulau Jawa  selain menjadi wilayah pasar bagi hasi pertanian mereka, Pulau Jawa juga merupakan tempat mereka untuk belajar akan inovasi. Penanaman melon dan semangka adalah hasil belajar mereka dari Pulau Jawa. Para petani diberi penyuluhan dan belajar langsung ke lapangan. 





 
Tanaman Cabe
 
Tanaman Kacang Panjang
Aktifnya para penyuluh untuk memberikan bimbingan kepada para petani, mungkin menjadi salah satu warisan dari reformasi birokrasi oleh Pak Winasa atau memang sudah berjalan dari dulu,  saya tidak tau. Tetapi yang jelas nyata adalah pemerintah menempatkan 3 orang penyuluh di Subak Puspasari. Penyuluh ini selain memberikan bimbingan teknis secara rutin juga menyelenggarakan sekolah lapangan. Hasilnya adalah selain para petani telah menerapkan sistem multikultur, pemakaian pupuk organik pun telah mulai digunakan oleh para petani. 
Siapapun akan setuju dengan pendapat saya, bahwa masyarakat Bali begitu menjaga adat istiadat yang begitu adiluhung. Subak adalah salah satu warisan budaya yang bahkan telah diakui sebagai warisan budaya dunia yang ditetapkan UNESCO tahun 2012. Selain itu, warisan yang masih dipegang oleh masyarakat di Desa Tuwed adalah keberadaan lumbung padi untuk menyimpan stok gabah untuk ketahanan pangan. Beberapa rumah masih memiliki lumbung padi, walaupun sudah ada sentuhan modern. Atap rumbia digantikan dengan seng. 
Lumbung padi gaya modern dan gaya lama

Ketika membuat analisis kondisi pertanian di Subak Puspasari, dengan yakin saya katakan bahwa pertanian di Subak Puspasari  cukup memiliki daya saing. Terdapat  lima parameter untuk analisis daya saing ekonomi, yaitu : (1) kondisi ekonomi; (2) Kualitas Sumber Daya Manusia; (3) Lingkungan usaha kondusif;(4) Infrastruktur dan Sumber Daya Air; (5) Dukungan kelembagaan keuangan. Produktivitas pertanian mencapai 8 -10 ton/ha, lebih tinggi dari rata-rata produksi nasional yang hanya mencapai 5,1 ton/Ha. Sumber daya manusia para petani dapat dikatakan cukup berkualitas, karena mendapat pelatihan kontinyu dari para penyuluh. Lingkungan usaha cukup kondusif dengan adanya dukungan belanja publik dari pemerintah yaitu adanya bantuan bibit dan pupuk serta alat-alat pertanian. Karena terletak tidak terlalu jauh dari jalan nasional, akses menuju Desa Tuwed serta prasarana pengangkutan hasil-hasil pertanian dapat dikatakan cukup baik. Infrastruktur pengairan dan ketersediaan air yang terbatas saja yang menjadi kendala. Kelembagaan keuangan cukup baik, selain telah ada lembaga perbankan dan lembaga perkreditan untuk petani, juga terdapat koperasi, salah satunya adalah koperasi Puspasari milik Subak Puspasari. Walaupun modal koperasi masih kecil sehingga belum mampu untuk membeli hasil-hasil pertanian  tetapi setidaknya inisiasi untuk kearah sana telah terbentuk. 
Inisiasi lainnya yang lagi-lagi membuat saya kagum adalah di Desa Tuwed terdapat kelompok petani mangrove bernama Lindu Segara Tanjung Pasir yang telah melakukan rehabilitasi mangrove. Inisiasi ini bermula dari bencana banjir rob yang kerap melanda pesisir Desa Tuwed. Rob ini bahkan telah menggenangi sawah sehingga mengancam ketahanan pangan. Kelompok ini kemudian melakukan penanaman sebanyak 50 ribu bibit diatas lahan seluas 44 Ha.  Sungguh suatu bentuk partisipasi masyarakat yang cukup berhasil menurut saya. 
Hutan Mangrove

Masyarakat Desa Tuwed, ke depannya memiliki impian bahwa hutan mangrove ini selain sebagai bentuk perlindungan terhadap lingkungan juga menjadi lokasi obyek wisata. Wisata ini diharapkan  akan terintegrasi dengan tradisi balap makepung. Makepung merupakan tradisi balapan kerbau dan hanya ada di Kabupaten Jembrana. Salah satu lapangan untuk balap makepung terdapat di Desa Tuwed. Event makepung menjadi salah satu andalan atraksi wisata di Kabupaten Jembrana. 
Sirkuit Makepung
 Sistem pertanian yang telah berjalan dengan baik, memang belum dapat meningkatkan kesejahteraan petani secara signifikan. Tapi menurut saya hal ini wajar, karena permasalahan kesejahteraan petani merupakan masalah nasional. Pertanian di Indonesia sangat lemah dalam pemasaran karena harga yang dipatok rendah serta masih adanya sistem ijon. Selain itu penggunaan alat-alat pertanian juga masih teknologi low-end. Harga bibit unggul dan pupuk masih sangat mahal. Kita juga masih sangat lemah dalam pengemasan pada produk akhir. Tidak ada standarisasi untuk kualitas karung dan lumbung padi (misalnya pencahayaan) .Hal ini sebenarnya akan berpengaruh pada kualitas dari beras.
Tetapi setidaknya, apa yang saya ceritakan tentang pertanian di Subak Puspasari diatas setidaknya akan menimbulkan suatu ke optimisan. Infrastruktur yang baik, organisasi yang baik, SDM yang berkualitas serta dukungan penuh dari pemerintah sebagai regulator akan menyelamatkan kondisi pertanian Indonesia. Semoga.

No comments:

Post a Comment