Tuesday, July 9, 2013

cerita puasa dari berbagai kota



Puasa.... yaiiyyy....kmrn saya berusaha mengingat....bersama  siapa saya melewatkan puasa beberapa tahun kebelakang?? Kemudian teringat, bersama si ini,  bersama si itu, hahahaha...
Tetapi, akan terlalu personal kalo diceritakan disini apa yang terjadi pada masa lalu itu, hahaha...jadi, akan saya ceritakan saja sedang berada di kota mana pada saat puasa itu.

Kenangan puasa pada masa kecil hanya sedikit yang saya ingat. Sebagian masa kecil saya dihabiskan di Kota Kuningan, suatu kota di Jawa Barat yang berhawa sejuk. Yang masih teringat dalam benak saya adalah, pada saat itu saya sedang belajar puasa, dan sambil menunggu datangnya waktu berbuka, ibu saya suka mengajak saya ke sekolah-nya (ibu saya berprofesi sebagai guru) dan kemudian pulang ke rumah dengan membawa makanan sebagai hadiah puasa saya full satu hari. Kemudian, setengah masa kecil saya di Cirebon, kota yang berhawa panas. Yang teringat hanya saya pernah berjualan lotre pada waktu itu, hahahaa...

Masa remaja, masih tinggal di Cirebon, dan susah untuk mengingat adakah yang istimewa pada saat puasa pada masa itu.. dan masa menuju dewasa yaitu jadi anak kost di Bandung, dan mencari makanan untuk sahur, adalah hal yang tersulit, karena harus lebih cepat lebih baik keluar ke warung terdekat mencari makanan, karena terlambat sedikit sudah tidak ada apa-apa. Dan kenangan yang melekat di benak adalah tawaran bapak dan ibu kost (sepasang kakek nenek yang sudah menganggap saya anaknya sendiri, sampai panggilan kepada beliau  pun sama dengan anak2 mereka “ amah” dan “apa”) untuk tidak usah mencari makanan di luar, sahur bersama-sama mereka.

Masa seharusnya sudah menjadi dewasa, karena sudah lulus kuliah dan bekerja, ehm ;-)  lebih banyak saya lewatkan di luar kota. Puasa tahun 2003, saya menjalankannya di Kota Jambi. Bersama keluarga adik kelas saya, dimas cipta nugraha, yang kebetulan orang tuanya adalah pemilik konsultan yang proyek-nya sedang saya kerjakan. Cukup sulit melewatkan puasa di Jambi, karena cuaca yang panas, dan lokasi pekerjaan sekitar 2 jam dari Kota Jambi. Selain itu, ibu Dimas berasal dari Sumatera Barat, dan makanan yang dihidangkan masakan minang yang pedas-pedas. Waduh, pada saat itu, saya tidak terbiasa dengan makanan pedas dan saya punya penyakit maag. Sementara kan pada saat itu, saya harus berstamina tinggi, karena harus PP Jambi – Kab Batanghari. Untuk request makanan tidak pedas, saya malu meminta pada ibu, dan daripada saya tidak makan, pernah saya cuci terlebih dahulu dengan air panas telor balado-nya, hahaha.

Tahun berikutnya, tahun 2004, puasa saya lewatkan di Kota Padang. Pada saat itu, saya tinggal juga di keluarga yang pastinya minang dong, ahahaha.. Tapi untuk makan sahur, saya bisa request yang tidak pedas pada tante neng, sang pemilik rumah. Yang teringat pada saat puasa di Padang adalah kebiasaan keluarga tante neng yang mengharuskan anak-anaknya minum susu pada saat sahur, dan saya juga “dipaksa” untuk melakukan hal tersebut, hahaha. Selain itu, kebiasaan lain di keluarga tante neng adalah Ta’jil-nya berupa minuman dingin. Dyuh, padahal itu pantangan bagi saya, dan terbiasa dengan kolak sebagai pembuka.

Tahun 2005 sampai tahun 2009, puasa saya lewatkan di Aceh. Inilah saat-saat puasa yang sangat berkesan bagi saya. Tahun 2005, saya tinggal satu rumah dengan teman-teman yang berasal dari Aceh sendiri, dari Lombok, Jakarta dan Bandung. Mayoritas teman satu rumah itu adalah abang-abang yang sudah berkeluarga dan saya di daulat sebagai juru masak.. yuhuuuu...
Pada saat sahur pertama, saya pernah berdoa..:”Tahun ini saya menghidangkan sahur untuk para suami orang mudah-mudahan tahun depan saya menghidangkan sahur untuk suami saya sendiri, aamiin” , hahahahhaa..aasiikkkk !
Hal lain yang berkesan di Aceh adalah puasa benar-benar suasana puasa, karena tidak ada satupun warung makanan buka, dan tidak ada warung yang hanya keliatan kaki pelanggan-nya saja. Dan saat taraweh, suasana kota benar-benar sunyi senyap, yang rame hanya di masjid-masjid. Dan kota kembali bergeliat setelah taraweh usai, toko dan warung kopi kembali buka. Selain itu, kebiasaan kaum perempuan  disana yang harus wajib sudah memakai mukena pada saat masuk ke dalam masjid. Tentang ini, saya pernah ditegur karena pada saat  masuk ke Masjid Raya Baiturrahman, saya belum memakai mukena, dan bercelana jeans sedikit ketat, hihihiiii.maluuuu....
Yang teringat pada saat puasa tahun 2005 juga adalah terjadi gempa yang lumayan besar. Pertama pada saat awal2 puasa di Kota Banda Aceh dan  pada saat taraweh, pada saat itu saya sedang berada di Kota Sigli. Dan ada satu hal lucu juga yang teringat adalah kami pernah mau taraweh di masjid dekat rumah, dan terpaksa harus kembali lagi karena tidak kebagian tempat untuk sholat, masjid full. Masya Allah.

Tahun terakhir saya menjalankan puasa di Serambi Mekah yaitu tahun 2009, dan inilah puncak-nya yang paling berkesan. Pada saat itu, saya bergabung dengan CCers, suatu komunitas warung kopi. Kami pada saat itu, melakukan safari ramadhan dari satu masjid ke masjid lainnya di Kota Banda Aceh. Yang konyol, pernah taraweh di satu masjid, ternyata shalatnya 21 Rakaat... kami baru menyadarinya ketika kok tidak kunjung sholat witir, kemudian setelah rakaat ke 12 kami kabur keluar masjid, menuju warung kopi, hahahaha..

Tahun 2010, puasa saya di Jakarta. Bersama Ibu Tasmi dan suami.  Kami hanya tinggal bertiga di rumah itu, dan Bu Tasmi memiliki kebiasaan sahur tidak menjelang imsak. Kebalikan dengan kebiasaan saya, yang sahur mendekati imsak. Jadi, akhirnya saya sahur belakangan, sendirian.
Tahun 2011 dan 2012 kembali saya berpuasa di Kota Bandung, bersama teman satu kontrakan berdarah Minang. Tidak kesulitan saya beradaptasi dengan hidangan Minang pada saat sahur, karena sudah bertahun-tahun tinggal di Sumatera, lidah dan perut saya sudah terbiasa dengan yang pedas-pedas. Si teteh Rita ini, pandai sekali memasak, sehingga saya tidak perlu berepot-repot memasak sahur dan menyiapkan hidangan berbuka, saya hanya tinggal menyantapnya saja. Asiiikk, haha.  

Dan tahun ini, tahun 2013, Insya Allah saya akan menjalankan puasa di Bandung. Namun, pasti suasana-nya akan sangat jauh berbeda dari suasana kekeluargaan di atas. Karena, saya akan menjaninya sendirian, hiks...Tapi ...harus tetap semangat,hehehe, semua pasti ada hikmah-nya... J... 
Yang pasti bahwa saya tidak boleh berputus asa untuk tetap berdoa seperti yang pernah dilakukan waktu puasa di Aceh  bersama abang-abang saya... “mudah-mudahan tahun depan saya menghidangkan sahur untuk suami saya sendiri, aamiin” hahahahahhahahayyy...