Sunday, February 9, 2020

Danau Toba : Sekeping Surga di Tanah Batak


Saya jatuh cinta pada pandangan pertama pada Tanah Batak. Pertama menginjakan kaki di Kota Medan tahun 2005, hanya transit untuk melanjutkan kembali perjalanan menggunakan pesawat ke Jakarta, setelah melalui jalan darat dari Banda Aceh. Hanya sekejap di Kota Medan, check in sebentar di sebuah hotel hanya untuk membersihkan badan setelah semalaman berada di mobil. Perjalanan singkat dari hotel menuju Bandara Polonia, melewati bangunan-bangunan tua di Kota Medan, itulah yang membuat saya jatuh cinta. Ternyata Kota Medan jauh dari ekspektasi saya. Medan bukan salah satu wish list the city must visit, saya membayangkan Medan adalah kota industri yang panas. Sangkaan saya salah besar ketika melewati pusat Kota Medan yang di beberapa lokasi tempat masih memelihara pepohonan yang besar sehingga kesan adem masih terasa. 

Tahun 2007  via darat dari Banda Aceh kami melancong ke Danau Toba. Saya terkesima dan kagum dengan kerapihan pepohonan karet di sepanjang jalan Tebing Tinggi – Pematang Siantar. Mohon maklum karena kami orang Pulau Jawa, tepatnya Bandung belum pernah melihat perkebunan karet seperti itu. Dan...untuk pertama kalinya saya melihat Danau Toba. Danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Saking besar nya Danau ini (panjang sekitar 100 Km dan lebar 30 meter ini) hingga meliputi tujuh kabupaten di Sumatera Utara. Kunjungan saat itu, pelancong. Menginap di Parapat, menyeberang ke Samosir  dan berbelanja di Tomok, setelah sebelumnya kami berwisata dulu di Berastagi, ke air terjun Sipiso-piso dan memandang Danau Toba dari kejauhan di Sitongging. 

Sepuluh tahun kemudian,  tahun 2017 saya kembali melihat Danau Toba tapi dari lokasi yang berbeda. Yang pertama, sepulang dari Pakpak menuju Medan, kami singgah sejenak di Simalem. Sebetulnya  untuk menuju Medan, kami ingin lewat Desa Tao Silalahi, tetapi waktu tidak memungkinkan karena takut telat tiba di Kuala Namu (benar saja kami ketinggalan pesawat karena tak diduga macet di Berastagi). Desa Silalahi berada di tepian Danau Toba yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Dairi terkenal indah sekali. Kali ini belum rezeki saya, mudah-mudahan lain kali.



Sebuah resort di Simalem- Kab Dairi yang menghadap ke Danau Toba

Perbukitan di sisi Danau Toba di Simalem

Yang kedua, mungkin ini adalah anugerah pengganti belum sempat ke Tao Silalahi, kami dikasih rezeki mengunjungi salah satu sudut terindah Danau Toba lainnya, yaitu Desa Bakkara, Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar  atau melihat foto tentang pemandangan Desa Bakkara dari atas jalan yang ternyata sangat indah sekali. Karena tujuan kami mengunjungi air terjun  Binanga janji. Untung mata saya jeli dan meminta driver berhenti untuk kami mengabadikan keindahannya. Heaven ! Benar-benar indah. Selanjutnya menuju air terjun janji, disini baru pertama kalinya saya menginjakan kaki di perdesaan yang benar-benar berada di pinggiran Danau Toba. Mata ini disuguhi pemandangan yang baru seumur-umur saya lihat, gereja di pinggir danau yang tampak syahdu, serta kuningnya sawah di pinggir danau dengan  latar belakang perbukitan, yang terkadang diantara sawah itu terselip  satu  dua lokasi pekuburan. Kami juga sempat mengunjungi  istana tempat kelahiran Sisingamangaraja XII. 


Pemandangan Desa Bakkara - Humbang Hasundutan
Sawah yang sedang menguning terhampar di pinggir Danau Toba




Pemandangan di Sebuah Desa Pinggiran Danau Toba di Kec Bakti Raja

 

Air Terjun Binanga Janji - Bakti Raja
Yang ketiga, sisi Danau Toba dari Tele – Pangururan Kabupaten Samosir. Ini juga menjadi kunjungan yang tidak direncanakan. Ceritanya selepas perjalanan dinas dari Pakpak, sengaja kami pilih Bandara Silangit untuk menuju Jakarta. Pagi sekali kami dari Kota Salak, dan masih sekitar jam 9 sudah tiba di Tele, perkiraan tiba di Bandara Silangit sekitar 1 jam kemudian, padahal pesawat kami terbang sore jam 3.30. Waktu masih lama, dan kami memutuskan untuk turun sejenak ke Pangururan. Sayang nya cuaca saat itu mendung, jadi pencahayaan kurang afdol untuk motret. Walaupun demikian, tetap saja kami disuguhi pemadangan yang masya Allah indahnya. Danau yang dikelilingi bukit, air terjun di sela-sela perbukitan. Oh iya, di Tele ini  di jalan arah menuju Sidikalang, saya menemukan suatu ke keunikan. Penjual ombus-ombus yang menutupi dandangnya menggunakan selimut. Ombus-ombus sendiri adalah makanan khas penduduk Danau Toba (yang konon berasal dari Siborong-borong- Tapanuli Utara) yang berbahan dasar tepung beras yang diisi gula merah dan dibungkus daun. Ombus-ombus itu artinya tiup-tiup karena disajikan pada saat panas baru keluar dari Dandang. Udara di sekitar Tele sangat dingin, sehingga untuk  menjaga agar ombus-ombus tetap hangat, diselimutilah dandang itu. Cukup unik. 




Pemandangan di Sekitar Tele - Kab Samosir
Yang keempat, saya menikmati keindahan Danau Toba dari Balige, Ibukota Kabupaten Toba Samosir. Lokasi yang pertama yaitu di Bukit Tarrabunga, lokasi yang terkenal sebagai spot foto yang indah dan menjadi salah satu lokasi syuting film Toba Dreams. Lokasi berikutnya dari Museum TB Silalahi. Untuk lokasi ini sebelumnya saya pernah melihat foto seorang teman yang cukup indah. gereja di pinggir Danau Toba.n Ini target lokasi yang harus saya potret. Saya niat bangun pagi untuk mengejar lokasi ini, yang letaknya sekitar 30 menit dari tempat saya menginap di hotel terbaik di Kota Balige. Di Balige ini pula pertama kalinya saya merasakan sambal andaliman. Andaliman sendiri adalah rempah khas batak. Rasanya tidak terlalu pedas, sedikit kecut-kecut seperti buah limau dan sangat wangi. Kuliner lainnnya yang sempat saya icip adalah Mie Gomak. Mie khas  Toba ini dijual di Pasar Balige dengan harga hanya 7.000 rupiah saja per mangkok. Karena memang porsinya kecil, dan rasanya enak sekali, saya sampai minta tambah satu porsi lagi. Mie gomak ini tersedia dalam bentuk mie rebus dan mie goreng. Satu lagi makanan yang saya temui di Balige adalah Lapet. Tidak beda dengan ombus-ombus dengan berbahan dasar tepung beras,kelapa dan gula aren hanya penyajiannya saja yang berbeda. Ombus-ombus dibentuk segitiga seperti piramid, sedangkan lapet segiempat. Yang menarik  yang saya temui di Pasar Balige, lapet dibentuk menggunakan kepalan tangan inang (ibu : bahasa batak) penjualnya. 


Bukit Tarrabunga - Balige


Danau Toba dari belakang Museum TB Silalahi

Salah satu sudut di Musem TB Silalahi - Balige yang berada di pinggir Danau Toba
Terkait dengan Danau Toba lainnya adalah kopi. Di perbukitan yang mengelilingi Danau Toba, di ketinggian diatas 700 Mdpl, masyarakat menanam kopi arabika dan menjadikannya sebagai komoditas unggulan. Kopi yang berasal dari Sumatera Utara, termasuk salah satu kopi arabika terbaik di dunia, dengan karakternya yang bold, earthy dan rasa asam yang tipis.   Saya sempat mengunjungi beberapa desa penghasil kopi arabika di sekitar Badan Otorita Danau Toba (BODT) yang berpotensi untuk menjadi wisata kuliner pendukung wisata Kawasan Wisata Super Prioritas Danau Toba. Selain mengunjungi perkebunan kopi  yang terhampar luas, kami juga melihat proses pengolahan kopi oleh masyarakat yang  masih dilakukan sangat tradisional, yaitu di sangrai. Setelah melihat proses itu, langsung di tempat saya seduh kopinya sendiri. Dalam rangka edukasi kepada masyarakat dengan membandingkan rasa dengan kopi  yang diolah secara baik dan benar, kami sengaja membeli biji kopi dari salah satu gerai kopi yang terkenal di seluruh dunia, menyeduh dan mencicipi bersama-sama dan membandingkan dengan kopi yang mereka olah sendiri. Gerai kopi terkenal itu, menyediakan salah satu kopi dengan label Kopi Sumatera. Kopi Sumatera ini, selain dari Aceh  juga  berasal dari Sumatera Utara.   

Di Kota Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara,  terdapat perusahaan eksportir yang memasok langsung ke gerai kopi terkenal tersebut. Kopi Sibisa yang berasal dari Ajibata yang saya ceritakan diatas, sebagian besar  hasilnya dijual ke perusahaan ini. Saya sempat berkunjung ke gudang eksportir tersebut, melihat proses pengolahan pasca panen lebih lanjut sebelum dikirim ke pabrik di Brastagi untuk dilakukan grading dan packaging, yang selanjutnya di ekspor ke Amerika sebagai tempat global perusahaan kopi yang terkenal itu. 

Penjelasan tentang Kopi Sumatera di Kantor PT SSC

Solar Dom untuk menjemur kopi agar kadar air > 20%
Kopi arabika lainnya yang terkenal yang berasal dari Toba adalah kopi lintong. Lintong sendiri merupakan sebuah nama kecamatan,  Lintong Nihuta di  Kabupaten Humbang Hasundutan. Disini saya sempat mengunjungi sebuah shelter kopi milik masyarakat, yaitu semacam gudang kopi yang dilengkapi dengan solar dom untuk menjemur kopinya. Kopi lintong juga termasuk kopi yang dijual ke pemasok kopi diatas. 

Gudang kopi di Lintong Nihuta


No comments:

Post a Comment