Monday, July 3, 2017

Terjebak Nostalgia di Aceh




Aceh, mungkin ini suatu ‘kutukan’ bagi saya .. kenapa ‘kutukan’ ...karena selama tinggal di aceh (2005 - 2009) saya selalu mengeluh. Mengeluh dengan cuaca nya yang panas, mengeluh dengan kota nya yang sangat minim dengan fasilitas hiburan (sampe kurangnya hiburan, sering banget ke Kota medan hanya untuk jalan-jalan ke mal).  Mengeluh dengan masakannya yang kurang cocok dengan lidah saya. Mengeluh dengan pelayan di cafe, rumah makan atau supermarket yang menurut saya jauh dari ‘standar minimum pelayanan’ (sering banget marah-marah di resto/cafe gara-gara yang dihidangkan kurang berkenan atau ketika makanan tak kunjung datang).  

Tetapi kemudian, semua-muanya diatas justru seperti berbalik pada saya pada saat saya sudah tidak tinggal di Aceh, dan saya sebut itu kutukan πŸ˜ƒπŸ˜ƒ  Walaupun cuaca terik menyengat, tapi saya merindukan the blue sky of Aceh .. Langit Aceh itu biru banget dan bersih. Hiburan? Sebetulnya hiburan di Aceh adalah pantai. Pantai nya sangat indah. Dan untuk menuju kesana, cukup ditempuh sekitar 15 menit dari rumah tanpa macet. Dan maaf nih, itu membuat saya enggan berkunjung ke pantai yang ada di sekitaran Jawa Barat dan Banten, karena “saya sudah merasakan pantai yang sangat indah di Aceh “  😌
 Hiburan lain di Aceh sebetulnya adalah warung kopi. Bisa duduk berjam-jam di warung kopi dengan tema obrolan macem-macem dan cuma mengeluarkan uang hanya 10 rb juga bisa. Selain budaya warung kopi nya yang membuat saya rindu, juga makanan kecil khas lokal yang disajikan sebagai pendamping minuman. Masakan Aceh ? sialnya saya baru menyukainya di saat-saat terakhir saya tinggal di aceh. Sebelumnya saya hanya suka ayam tangkap dan mie aceh. Tumis Aceh dengan bahan dasar ikan tongkol/tuna ternyata enak sekali. Juga sie reboh atau daging yang direbus serta sie kameng atau gule daging kambing yang rasanya beda.  Selain itu, panganan-panganan manis yang biasa disajikan pada saat acara maulid atau kenduri, yang ntahlah di Jawa saya bisa dapat dimana. 

Selain keluhan-keluhan di atas, dalam kurun 4 tahun itu saya ingin segera keluar dari Aceh. Tapi, setelah kontrak kerja selesai, saya tidak bisa langsung pulang, karena tesis belum selesai. Dan sial nya di saat-saat terakhir itu,  saya bertemu dengan komunitas yang sangat menyenangkan dan menjadi berat meninggalkan Aceh. Deras air mata ini ketika acara farewell party dengan mereka.  Tapi saya harus pulang (dan sayang nya selama 4,5 tahun tinggal di Aceh, tidak ada yang berhasil menahan saya untuk tetap tinggal) πŸ˜”

Yang menggiring saya untuk menulis cerita ini, karena selepas isya tadi saya membuka-buka album foto lama. Membuka satu persatu folder, mencoba merangkai ingatan. Tertawa geleng-geleng kepala ketika melihat album waktu awal-awal  saya berada  di Aceh.  Orang kota ke kampung, menjadi sangat kampungan jadinya πŸ˜€,  sampe ada tank TNI .. nekat naik hanya untuk difoto..  (waktu itu masih konflik, belum ada kesepakatan damai) tapi jadi tersenyum getir karena  di album itu masih ada foto-foto candid saya bersama seorang rekan kerja yang berasal dari luar Aceh (waktu itu belum genap sebulan pun tinggal di Aceh, kami terlibat cinlok...aww ngeri 😌).

Dan tahu kah  bahwa salah satu niat saya pergi ke Aceh juga dalam rangka mencari jodoh. Ingat banget, beberapa hari sebelum berangkat, saya bertemu teman yang sangat sedih saya meninggalkannya di bandung. Karena pada saat itu, kami merancang untuk membentuk team work mencari peluang proyek. Saya bilang ke dia, mudah-mudahan pulang bawa perwira TNI  (secara sejak SMP saya bermimpi menikah dengan upacara pedang pora) πŸ˜€.  
Dan ... setelah tak berlanjut dengan rekan kerja itu, beberapa bulan kemudian saya bertemu dengan seorang pria Aceh (tapi sipil..bukan TNI) 😍. Cukup menarik perhatian, karena dia tampak mature. Tidak ada hubungan spesial, mungkin dikarenakan jarak jauh sehingga tidak ada kesempatan, dan alasan lain yang hanya Tuhan yang tau 😐😐  Tapi  pada saat itu, saya selalu bilang ke orang-orang begini :” loen kon ureung aceh, tapi calon laki loen ureung aceh 😁. Itu adalah satu kalimat dalam bahasa Aceh yang paling saya bisa dan ingat.πŸ˜€
Ah mungkin kah itu penyebab saya  belum bisa move on dari Aceh?  Merindu suasana di masjid raya dan warung kopi, merindu main di pantai, merindu masakannya dan merindu kamu 😌😍😘

No comments:

Post a Comment