Infrastruktur permukiman,
akhir-akhir ini menjadi konsen dalam pekerjaan saya. Memiliki kesempatan untuk
lebih paham tentang kondisi infrastruktur permukiman dimulai pada tahun
2012. Saat itu kami mengunjungi beberapa
kawasan perdesaan di Pulau Sumatera. Survey mendalam kami lakukan di dua
lokasi, yaitu di Desa Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin – Sumatera Selatan dan Desa
Mabar dan Desa Sibaganding Kabupaten
Deli Serdang – Sumatera Utara. Desa-desa yang kami kunjungi tersebut memiliki
karakter yang sama, yaitu dikelilingi perkebunan kelapa sawit.
Permasalahan yang dihadapi terkait infrastruktur permukiman berbeda-beda di setiap
desa. Desa Tanjung Lago masih sangat
minim dari segi aksesibilitas. Letak desa masuk ke dalam sekitar 3 Km dari arah
jalan provinsi yang menghubungkan Kota Pelembang dengan Pelabuhan Tanjung
Api-api. Konstruksi jalan masuk desa masih berupa tanah liat. Menurut penuturan
kepala desa (pada saat itu dijabat oleh perempuan yang masih muda), apabila
musim hujan, desa menjadi terisolir karena jalan berlumpur tidak dapat dilalui
kendaraan. Sedangkan kondisi
infrastruktur jalan di Desa Mabar dan Sibaganding Deli Serdang, relatif baik.
Sehingga warga tidak mengalami kesulitan dalam hal aksesibilitas.
Persoalan yang sama yang dihadapi
desa-desa tersebut diatas adalah air bersih dan sanitasi. Warga di Desa Tanjung
Lago- Banyu Asin kebutuhan air nya berasal dari sungai yang mengelilingi
permukiman mereka. Belum ada program pengadaan air bersih di desa ini.
Sistem sanitasi yaitu MCK berderet di sungai, hal yang umum terjadi di permukiman tepi
sungai. Pemerintah melalui program pemberdayaan masyarakat, telah mencoba untuk
membangunkan MCK umum di desa ini, tetapi MCK tersebut mangkrak. Warga
beralasan letak MCK yang terlalu jauh dari rumahnya, sementara MCK di belakang
rumah di tepi sungai lebih mudah untuk dijangkau.
Kondisi Sanitasi di Desa Tanjung Lago- Banyuasin |
Warga Desa Mabar Kabupaten Deli
Serdang, lebih miris kondisinya dalam mendapatkan air. Sumber air berjarak sekitar 300 meter dari permukiman,
tetapi harus melalui lembah yang sangat
curam. Belum ada sistem pipanisasi, warga mengambil air dengan tempat seadanya. PNPM Perdesaan telah membangun
pompa air di lokasi yang lebih datar, tetapi mangkrak, tidak berfungsi.
Medan menuju sumber mata air di Desa Mabar- Deli Serdang |
Tahun 2013, saya berkesempatan
untuk mengunjungi perbatasan negara di Pulau Sebatik- Kalimantan Utara.
Permukiman penduduk tersebar di tepi pantai dan di pedalaman. Permukiman di
tepi pantai, sebagian besar terapung dan sistem sanitasinya langsung dibuang ke
laut. Di beberapa lokasi terdapat MCK Umum yang dibangun pemerintah melalui
program pemberdayaan, tetapi MCK umum tersebut mangkrak tak terpakai. Beberapa
tanki air penampungan air bersih juga terdapat di lokasi, tetapi sepertinya
sudah lama tidak terpakai. Tidak jauh berbeda kondisi demikian ditemui di permukiman pedalaman, pemerintah telah
membangun MCK umum lengkap dengan bak penampungan air. Tetapi tidak berfungsi
karena belum ada jaringan listrik.
MCK yang mangkrak di Sebatik - Kalimantan Utara |
Tahun 2014, terkait program
pengembangan kawasan perdesaan berkelanjutan di Kabupaten Ogan Komering Ilir,
kami melakukan survey mendalam di beberapa desa di tepian Sungai Komering. MCK
terapung sudah menjadi bagian dari keseharian warga. Pemerintah telah membangun
beberapa MCK Umum, tetapi tidak difungsikan maksimal oleh warga . Pemerintah
juga telah membangun sistem penyediaan air minum berbasis masyarakat, tetapi
tidak berfungsi. Mesin air mati karena iuran warga yang macet, dan pompa air
tidak berfungsi karena tidak ada air yang mengalir.
Tanki air program Pamsimas yang mangkrak di Desa Sukadarma - OKI |
Mungkin jadi wajar kalo akhirnya
saya mengambil kesimpulan bahwa banyak program yang digulirkan pemerintah gagal karena pada akhirnya tidak berfungsi. Sebelum program bergulir,
seharusnya ada kegiatan dalam rangka penyadaran masyarakat untuk merubah pola hidup
yang telah terjadi secara turun temurun. Dan itu membutuhkan waktu. Tidak cukup
hanya dengan siklus projek misalnya hanya satu tahun. Hal lain yang terpenting
menurut saya, pemerintah sangat kurang memberikan perhatian kepada operation and maintenance (OM) baik itu oleh pemerintah
sendiri maupun oleh masyarakat. Masyarakat perlu dilatih dan dibina untuk dapat
melakukan OM.
Tetapi kemudian, saya langsung terpana WOW ketika awal
desember ini kami melakukan kunjungan lapangan terkait program PNPM PISEW.
Ternyata sekelompok masyarakat berhasil memanfaatkan dan mengelola bantuan
pemerintah, bahkan selisih dari pengeluaran dan pendapatan bisa untuk
merehabilitasi masjid dan inisiasi pembangunan RA/TK. Ini terjadi di sebuah
desa bernama Nagori Mekar Sari Raya yang berada di Kecamatan Panei – Kabupaten
Simalungun – Sumatera Utara.
Nagori Mekar Sari Raya adalah
sebuah desa yang berada di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit milik PT
Perkebunan IV. Jarak desa menuju kota terdekat, yaitu Kota Pematang Siantar
sekitar 15 Km dengan waktu tempuh 30 – 45 menit. Menuju desa ini, dari Siantar
dapat dilalui melalui jalan raya Siantar
– Kaban Jahe. Menurut penuturan Panghulu (kepala desa dalam bahasa lokal), desa
ini ada sejak tahun 1940-an. Pada saat itu, perusahaan swasta membuka
perkebunan teh dan membawa pekerja dari Jawa. Kemudian, terbentuk lah
permukiman di sekitar perkebunan dan berkembang menjadi sebuah desa. Ketika
tahun 2000an mulai booming perkebunan sawit, perkebunan teh tersebut kemudian
berubah menjadi perkebunan sawit. Beberapa warga menjadi pekerja sawit dan
beberapa menjadi petani. Lokasi lahan yang tidak datar, menjadikan jenis
pertanian yang berkembang yaitu jenis tanaman keras seperti kopi, coklat dan durian. Beberapa
ruas lahan dapat dimanfaatkan warga untuk jenis tanaman jagung dan saat ini
tanaman melon sedang menjadi primadona petani disana.
Pintu Masuk Menuju Nagori Mekar Sari Raya |
Padi ladang, coklat, kopi , dan durian adalah jenis tanaman yang cocok di Nagori Mekar Sari Raya |
warung kopi sebagai sarana interaksi warga yang dilengkapi saung teduh di tengah kolam, meja bilyar dan rental PS |
Berada di lokasi dengan kontur
berbukit, sehingga sulit untuk mendapatkan air bersih. Untuk mendapatkan air
bersih, warga harus mencarinya sampai ke lembah dengan jarak lebih dari 1 Km.
Terdapat sumber air, yaitu mata air yang terletak di perbukitan dengan jarak
tempuh sekitar 3 Km dari perkampungan. Kemudian, pada tahun 2009 pemerintah
melalui PNPM Pisew membangun sistem perpipaan air dari mata air tersebut untuk
dapat disalurkan ke permukiman. PNPM Pisew hanya dapat memberikan bantuan
perpipaan sepanjang ± 1.550 M. Sisanya, warga bersepakat untuk gotong royong. Untuk
pemanfaatan dan pengelolaan infrastruktur yang telah dibangun, dibentuk
Kelompok Pemanfaat dan Pengelola (KPP) Tirta Wening.
KPP Tirta Wening inilah yang membuat saya terpana WOW. Kelompok yang
sebagian besar petani dengan rata-rata pendidikan SD dan SMP ternyata telah
dapat mengelola dan menjalankan amanah dengan baik. Mereka menyusun pembukuan
dengan rapih. Setiap akhir tahun melakukan rapat untuk laporan pertanggung
jawaban kepada warga. Karena pengelolaan
yang baik, selisih dari pengeluaran dan pendapatan dapat dimanfaatkan untuk
inisiasi pembangunan RA/TK dan rehabilitasi masjid desa.
Rehab masjid dan inisiasi pembangunan RA/TK hasil oleh KPP Tirta Wening |
Keberhasilan KPP Tirta Wening
yang telah dinobatkan sebagai KPP terbaik nasional tentu berkat dukungan penuh
warga nagori Mekar Sari Raya. Secara sadar mereka membayar retribusi air. Tarif
yang dikenakan yaitu Rp 1.000/m3 dan abodemen Rp 2.000/bulan. Biaya pemasangan
awal yaitu Rp 1.250.000 per rumah.
Di tengah keprihatinan tentang
tidak berjalannya pengelolaan dan pemanfaatan infrastruktur oleh masyarakat,
apa yang terjadi di Nagori Mekar Sari Raya menimbulkan suatu sikap optimis.
Bahwa, masyarakat sebetulnya mampu untuk peduli dalam memanfaatkan dan
memelihara fasilitas. Memperlihatkan cerita keberhasilan di Nagori Mekar Sari
Raya, mungkin akan menggugah masyarakat untuk dapat memberdayakan dirinya
sendiri dalam meningkatkan kualitas lingkungan huniannya.
Air yang deras mengalir di seluruh rumah dan di air mancur sebagai landmark Desa |
WOWWWWW Kampung saya tercinta :)
ReplyDeletehaha..salam kenal mba ani..
ReplyDelete