Mendapat tugas ke Bali, siapa
saja tentu akan senang. Sudah membayangkan dari awal, saya akan maaiiin, haha.
Tugas saya ini berkaitan dengan program pengembangan kawasan perdesaan
berkelanjutan dari Kementerian Pekerjaan Umum. Kawasan perdesaan
berkelanjutan... hhmm kemudian yang terbayang adalah Ubud dengan persawahan
nya yang berundak-undak atau terasering. Tetapi ternyata, wilayah yang menjadi
tugas kami yaitu Kabupaten Jembrana, bukan Ubud yang terletak di Kabupaten
Gianyar. Langsung saya buka google earth untuk mencari tau dimana letak
Kabupaten Jembrana. Ternyata, Kabupaten Jembrana terletak di Bali Barat, kurang
lebih 3 jam dari Bandara Ngurah Rai –
Kuta. Pelabuhan penyeberangan Gilimanuk
berada di kabupaten ini.
Masih penasaran dengan Kabupaten
Jembrana, karena pernah merasa mendengar nama kabupaten ini yang terkait dengan
good governance. Ternyata betul dugaan saya. Kabupaten Jembrana tercacat
sebagai kabupaten yang menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Kabupaten
Jembrana dinilai telah berhasil melakukan reformasi birokrasi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Jumlah rumah
tangga miskin berkurang 44%, tingkat kematian bayi berkurang 45%. Bidang pendidikan, yaitu membebaskan SPP dari
jenjang SD sampai SMA serta pemberian beasiswa bagi siswa sekolah swasta.
Kebijakan ini menurunkan 75% angka tingkat putus sekolah. Dahulu Kabupaten
Jembrana adalah kabupaten dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkecil
se-provinsi Bali. Pada tahun 2000, PAD Jembrana hanya sekitar 2,5 M. Dibawah
kepemimpinan Prof. I.Gede Winasa, pada tahun 2002 PAD meningkat menjadi 11,5 M.
Di akhir jabatan bupati Winasa pada tahun 2010, PAD Jembrana mencapai 41,9 M.
Ketika pemerintahan Jokowi gembar-gembor tentang kartu pintar, Bupati Winasa
telah melakukan ini di Kabupaten Jembrana, yaitu J-Smart atau Jembrana Smart
Card. Kartu ini multi fungsi sebagai kartu identitas dan kartu berobat.
Angka- angka diatas, memang
tampak jelas dari penampakan fisik Kabupaten Jembrana. Berada di jalur jalan
nasional Gilimanuk – Denpasar, persoalan infrastruktur darat tidak menjadi
kendala bagi Kabupaten Jembrana. Jalan raya mulus beraspal hotmik. Sepanjang
saya melewati beberapa jalan desa, jalanan beraspal mulus dengan lebar sekitar
3-4 meter. Dan sepanjang pengamatan saya di beberapa desa, rumah penduduk
berjejer rapi dengan konstruksi permanen. Memang terdapat beberapa rumah yang
masih temporer dan semi permanen, tapi itu tidak mengurangi estetika lingkungan
secara keseluruhan.
Ada satu desa yang menurut saya
sangat indah. Ini saya temui ketika saya akan mengunjungi Bendungan Palasari.
Desa Ekasari namanya. Tingkat ekonomi warga yang lumayan baik tercermin dari
bangunan rumahnya yang tampak kokoh dan halaman yang luas. Di tengah desa,
terdapat bangunan besar berarsitektur Bali, dan terdapat patung bunda maria di
tengah-tengahnya. Ternyata itu adalah gereja katolik yang didirikan pada tahun
1940. Walaupun usianya sudah tua, tetapi gereja ini kondisinya masih baik.
Gereja Katolik tersebut juga
terkenal dengan nama gereja Palasari, karena letaknya di dusun Palasari. Di dusun
ini pula terdapat bendungan Palasari yang mulai dibangun pada tahun 1986 dan
selesai pada tahun 1989. Bendungan ini memiliki wilayah cakupan irigasi seluas
1.300 Ha. Salah satunya adalah kawasan pertanian yang berada di Desa Tuwed
Kecamatan Melaya. Desa Tuwed inilah yang menjadi fokus tugas kami.
Bendungan Palasari |
Karena sejak awal sudah
membayangkan persawahan yang berundak-undak,
memasuki Desa Tuwed pun saya masih berharap demikian. Tapi ternyata tidak,
karena wilayah nya relatif datar dan berbatasan langsung dengan samudera
hindia. Kebetulan pada saat datang ke Tuwed, bukan musim tanam padi. Sawah
dapat ditanami padi hanya satu kali. Hal ini dikarenakan air yang mengalir dari
bendungan Palasari tidak mencukupi untuk mengairi sawah dan terkait kondisi saluran
irigasi tersier yang masih alami. Karena sawah hanya dapat ditanami padi satu
kali saja. Tanaman palawija dan holtikultura
kemudian menjadi jenis tanaman yang ditanam ketika sawah tidak ditanami padi.
Yang
menarik dari sistem pertanian di Tuwed khususnya dan di Bali umumnya adalah
adanya tata pengaturan air yang disebut Subak. Subak berfungsi mengatur
pembagian air bagi para anggotanya agar masing-masing memperoleh air dengan seadil-adilnya
dan bertujuan mensejahterakan anggotanya. Asas kerja Subak berdasarkan
keadilan: setiap warga desa bertugas mengatur pembagian air, memelihara dan
memperbaiki saluran air, melakukan pemberantasan hama, melakukan inovasi
pertanian dan mengaktifkan kegiatan upacara keagamaaan.
Selain merupakan suatu sistem, subak
juga merupakan suatu komunitas. Subak Puspasari adalah salah satu kelompok
petani pengelola air di Desa Tuwed.
Untuk melakukan musyawarah, Subak memiliki tempat yang bernama Balai
Subak. di Balai Subak ini pula terdapat Pura yang dinamakan Pura Ulin Suwi. Subak
sendiri memiliki pura yang khusus dibangun oleh petani diperuntukan bagi dewi
kemakmuran dan kesuburan Dewi Sri, yaitu: 1) Pura Ulan Danu yang terletak di
hulu sumber air; 2) Pura Ulun Suwi yang terletak di Balai Subak.
Balai Subak sebagai tempat bermusyawarah |
Pada saat mengunjungi Subak Puspasari,
saya terkagum-kagum dengan sistem dan kebersamaan yang mereka miliki. Subak
Puspasari memiliki luas 100 Ha dengan jumlah anggota 127 orang. Sesuai dengan
prinsip Subak membagi air secara rata dan adil, Subak Puspasari pun harus
menganut prinsip itu.. Untuk berjalan nya sistem yang baik, Subak memiliki awig-awig
atau peraturan yang memiliki sangsi. Salah satu peraturannya adalah tidak
menanam padi pada saat bukan musim padi. Apabila melanggar, petani tersebut
dikenai denda. Uang denda inilah yang menjadi salah satu sumber pemasukan Subak
untuk menjalankan organisasi. Selain dari denda, sumber pemasukan lainnya
berasal iuran rutin para anggota, iuran pangkal anggota baru, bantuan
pemerintah dan hasil usaha dari Subak.
Yang membuat kekaguman saya selain
pada sistem organisasi, juga pada sistem pertanian yang mereka terapkan. Karena
keterbatasan infrastruktur pengairan yang menjadi penyebab menanam padi hanya
satu kali, mereka menerapkan sistem pertanian multikultur, yaitu tidak hanya
menanam satu jenis tanaman. Tanaman tersebut selain padi yaitu menanam kacang
panjang, jagung, kedelai, cabe, melon dan semangka. Melon dan semangka saat ini
menjadi primadona disana dan telah di ekspor ke Pulau Jawa. Pulau Jawa selain menjadi wilayah pasar bagi hasi
pertanian mereka, Pulau Jawa juga merupakan tempat mereka untuk belajar akan
inovasi. Penanaman melon dan semangka adalah hasil belajar mereka dari Pulau
Jawa. Para petani diberi penyuluhan dan belajar langsung ke lapangan.
Aktifnya para penyuluh untuk
memberikan bimbingan kepada para petani, mungkin menjadi salah satu warisan
dari reformasi birokrasi oleh Pak Winasa atau memang sudah berjalan dari
dulu, saya tidak tau. Tetapi yang jelas
nyata adalah pemerintah menempatkan 3 orang penyuluh di Subak Puspasari.
Penyuluh ini selain memberikan bimbingan teknis secara rutin juga
menyelenggarakan sekolah lapangan. Hasilnya adalah selain para petani telah
menerapkan sistem multikultur, pemakaian pupuk organik pun telah mulai
digunakan oleh para petani.
Siapapun akan setuju dengan pendapat
saya, bahwa masyarakat Bali begitu menjaga adat istiadat yang begitu adiluhung.
Subak adalah salah satu warisan budaya yang bahkan telah diakui sebagai warisan
budaya dunia yang ditetapkan UNESCO tahun 2012. Selain itu, warisan yang masih
dipegang oleh masyarakat di Desa Tuwed adalah keberadaan lumbung padi untuk
menyimpan stok gabah untuk ketahanan pangan. Beberapa rumah masih memiliki
lumbung padi, walaupun sudah ada sentuhan modern. Atap rumbia digantikan dengan
seng.
Lumbung padi gaya modern dan gaya lama |
Ketika membuat analisis kondisi
pertanian di Subak Puspasari, dengan yakin saya katakan bahwa pertanian di
Subak Puspasari cukup memiliki daya
saing. Terdapat lima parameter untuk
analisis daya saing ekonomi, yaitu : (1) kondisi ekonomi; (2) Kualitas Sumber
Daya Manusia; (3) Lingkungan usaha kondusif;(4) Infrastruktur dan Sumber Daya
Air; (5) Dukungan kelembagaan keuangan. Produktivitas pertanian mencapai 8 -10
ton/ha, lebih tinggi dari rata-rata produksi nasional yang hanya mencapai 5,1
ton/Ha. Sumber daya manusia para petani dapat dikatakan cukup berkualitas, karena
mendapat pelatihan kontinyu dari para penyuluh. Lingkungan usaha cukup kondusif
dengan adanya dukungan belanja publik dari pemerintah yaitu adanya bantuan
bibit dan pupuk serta alat-alat pertanian. Karena terletak tidak terlalu jauh
dari jalan nasional, akses menuju Desa Tuwed serta prasarana pengangkutan
hasil-hasil pertanian dapat dikatakan cukup baik. Infrastruktur pengairan dan
ketersediaan air yang terbatas saja yang menjadi kendala. Kelembagaan keuangan
cukup baik, selain telah ada lembaga perbankan dan lembaga perkreditan untuk
petani, juga terdapat koperasi, salah satunya adalah koperasi Puspasari milik
Subak Puspasari. Walaupun modal koperasi masih kecil sehingga belum mampu untuk
membeli hasil-hasil pertanian tetapi setidaknya inisiasi untuk kearah
sana telah terbentuk.
Inisiasi lainnya yang lagi-lagi
membuat saya kagum adalah di Desa Tuwed terdapat kelompok petani mangrove
bernama Lindu Segara Tanjung Pasir yang telah melakukan rehabilitasi mangrove.
Inisiasi ini bermula dari bencana banjir rob yang kerap melanda pesisir Desa
Tuwed. Rob ini bahkan telah menggenangi sawah sehingga mengancam ketahanan
pangan. Kelompok ini kemudian melakukan penanaman sebanyak 50 ribu bibit diatas
lahan seluas 44 Ha. Sungguh suatu bentuk
partisipasi masyarakat yang cukup berhasil menurut saya.
Hutan Mangrove |
Masyarakat Desa Tuwed, ke depannya
memiliki impian bahwa hutan mangrove ini selain sebagai bentuk perlindungan
terhadap lingkungan juga menjadi lokasi obyek wisata. Wisata ini
diharapkan akan terintegrasi dengan tradisi
balap makepung. Makepung merupakan tradisi balapan kerbau dan hanya ada di
Kabupaten Jembrana. Salah satu lapangan untuk balap makepung terdapat di Desa
Tuwed. Event makepung menjadi salah satu andalan atraksi wisata di Kabupaten
Jembrana.
Sirkuit Makepung |
Sistem pertanian yang telah berjalan
dengan baik, memang belum dapat meningkatkan kesejahteraan petani secara
signifikan. Tapi menurut saya hal ini wajar, karena permasalahan kesejahteraan
petani merupakan masalah nasional. Pertanian di Indonesia sangat lemah dalam
pemasaran karena harga yang dipatok rendah serta masih adanya sistem ijon.
Selain itu penggunaan alat-alat pertanian juga masih teknologi low-end. Harga
bibit unggul dan pupuk masih sangat mahal. Kita juga masih sangat lemah dalam
pengemasan pada produk akhir. Tidak ada standarisasi untuk kualitas karung dan
lumbung padi (misalnya pencahayaan) .Hal ini sebenarnya akan berpengaruh pada kualitas
dari beras.
Tetapi setidaknya, apa yang saya
ceritakan tentang pertanian di Subak Puspasari diatas setidaknya akan
menimbulkan suatu ke optimisan. Infrastruktur yang baik, organisasi yang baik,
SDM yang berkualitas serta dukungan penuh dari pemerintah sebagai regulator
akan menyelamatkan kondisi pertanian Indonesia. Semoga.
No comments:
Post a Comment