Ini cerita perjalanan saya tahun 2017. Jadi mohon
maaf barangkali ada foto/cerita yang tidak up to date. Mendapat tugas di
wilayah ini, termasuk salah satu yang berkesan. Walaupun kondisi akomodasi
sangat terbatas, dan lokasi nya juga cukup jauh untuk dijangkau, tetapi suasana
kota nya justru bikin kangen. Kota nya sangat toleran menurut saya. Sekitar jam
05.00 lebih terdengar sayup-sayup suara adzan Shubuh, kemudian disusul bunyi
lonceng gereja pada pukul 06.00. Saya juga sempat merasakan suasana syahdu dan
meriahnya hari minggu disini. Suasana nya seperti lebaran, pagi hari sekitar
jam 08.00, warga berpakaian rapih
berjalan kaki ke gereja terdekat. Tidak sulit juga mencari makanan
disini, warung-warung berlabel tulisan Bismillah itu artinya halal untuk kaum
muslim, dan berlabel tulisan shalom artinya non halal untuk muslim. Jenis
makanan yang tersedia banyak jenisnya
antara lain makanan khas tapanuli (seperti ikan arsik, mie gomak), makanan khas
aceh (mie aceh), lontong sayur, masakan padang. Disini saya menemukan suatu
rumah makan yang menyajikan ikan tawar panggang yang dimasak menggunakan labu
dan bersantan yang belum pernah saya makan sebelumnya. Lupa namanya apa.
Perjalanan yang sebetulnya duty trip
ini kami lakukan bukan hanya sekedar perjalanan dinas, berawal dari ‘biusan’
tempat nya yang membuat kami betah, akhirnya kami mencoba resapi wilayah tidak hanya
dari fisik semata, tetapi budaya nya juga. Sampai saya pernah melemparkan joke ke salah satu pejabat disana, karena
selain saya, ada satu rekan yang sangat antusias dengan budaya Pakpak, Albin
nama teman saya itu (foto-foto drone dalam blog ini adalah hasil karya nya) “Pak
Berutu, boleh lah kasih Albin marga..” Tapi ternyata berbeda dengan suku Batak, tidak ada istilah pemberian marga di
dalam suku Pakpak. Selain kenangan yang saya dapatkan, saya juga mendapat
kenang-kenangan kain oles (semacam kain ulos-nya suku Batak) dari kepala desa Silimakuta bermarga Sinamo. Saya
juga mendapat Ulos, dari istri bapak Kades tersebut, yang ternyata seorang
boru.
Cerita perjalanan kami dimulai dari Bandara Kuala
Namu di Kabupaten Deli Serdang. Setelah makan siang di sebuah rumah makan dekat
bandara, sekitar jam 3 siang kami meluncur menuju Kabupaten Pakpak Bharat
melalui Kabupaten Karo. Jarak yang akan ditempuh sekitar ±220
Km atau sekitar 6 – 7 Jam. Sekitar jam 5 lebih, kami baru tiba di Kabanjahe,
Ibukota Kabupaten Karo, singgah sebentar ke toilet serta membeli kopi khas Karo
untuk bekal di Pakpak.
Menjelang magrib, kami tiba di
Merek, daerah yang menyediakan banyak tempat peristirahatan (semacam rest
area). Kami memutuskan untuk makan malam disini, di sebuah rumah makan khas
Aceh. Kurang lebih satu jam kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke
Sidikalang, ibukota Kabupaten Dairi, kabupaten induk sebelum Pakpak Bharat
terbentuk pada tahun 2003. Saat itu kondisi cuaca hujan , sehingga perjalanan
harus hati-hati, karena jalan yang kami lalui berkelok-kelok dan jurang di sisi
kiri. Selain itu, lebar jalan hanya sekitar 6 meter. Perjalanan kami terhenti
sejenak, karena ada longsor sehingga diterapkan rekayasa lalu lintas buka
tutup.
Sekitar jam 10 malam kami tiba di
Sidikalang, beberapa teman kami di drop sini, sedangkan saya dan beberapa orang
lainnya melanjutkan perjalanan ke Salak – ibukota Pakpak Bharat. Jarak
Sidikalang – Salak sekitar 54 Km dengan waktu tempuh ±1,5 Jam. Tidak berbeda jauh
dengan kondisi jalan Merek – Sidikalang, jalan menuju Salak berkelok-kelok dan
tidak seluruh nya mulus karena diberapa titik ditemukan kondisi jalan rusak
walaupun masih termasuk kategori ringan. Seperti biasa, karena memasuki suatu
tempat yang baru saya kunjungi, sepanjang jalan Sidikalang – Salak saya
terjaga. Sekitar 30 menit berikutnya, mulai lah masuk ke wilayah administrasi
Kabupaten Pakpak Bharat. Karena sudah menjelang tengah malam, jalanan sepi yang
terlihat hanya lalu lalang beberapa ekor anjing. Anjing kampung yang lalu
lalang di jalanan tersebut, berbeda dengan anjing kebanyakan. Bulu nya tebal,
tidak heran karena wilayah Pakpak ini merupakan daerah dengan cuaca yang
dingin.
Sekitar jam 12 kami tiba di Kota
Salak dan langsung menuju suatu penginapan yang sangat sederhana di pusat kota.
Tidak ada pilihan lain, karena hanya penginapan ini yang masih tersedia kamar.
Keesok harinya, saya dibangunkan oleh suara adzan subuh , dan yang kemudian
terdengar suara ngok...ngok.. 😅😅 Tergerak saya membuka jendela, melongok ke
bawah...eh kok kuburan. Kuburan keluarga nampaknya karena hanya terdiri dari
beberapa nisan dan suara ngok..ngok itu
berasal dari kandang babi di dekat kuburan itu.
Jalan Provinsi di Pakpak Bharat : Sukarame - Salak dan Simpang Jambu - Sigalingging |
Setelah sarapan dengan menu yang
cukup lumayan (diluar ekspektasi karena dipikir hanya akan dikasih satu bungkus
roti dan secangkir teh manis) ada nasi goreng, telor mata sapi , kerupuk, timun
dan semangka, selanjutnya kami menuju Sindeka, pusat pemerintahan Kabupaten
Pakpak Bharat.
Keluar dari penginapan, barulah
terbuka mata kami tentang gambaran nyata Kota Salak, sebuah ibukota kabupaten
dengan rasa ibukota kecamatan (tapi jangan berkecil hati penduduk Pakpak,
kondisi tidak jauh dengan Sofifi yang malah beban nya lebih berat, ibukota
provinsi dengan rasa ibukota kecamatan). Tetapi kondisi berbeda akan kita
rasakan di kompleks pemerintahan. Bangunan perkantorannya sangat megah. Berada
di lokasi ini yang berada lebih tinggi dari Kota Salak, kita akan disuguhi
pemandangan alam yang cukup indah.
Sindeka - Pusat Perkantoran Kabupaten Pakpak Bharat |
Kompleks Perkantoran dengan latar belakang Perbukitan Bukit Barisan |
Ya, Kabupaten Pakpak Bharat ini berada di
gugusan Bukit Barisan Pulau Sumatera, Kota di tengah hutan, 80% wilayah nya
masih berupa hutan, dan 46% dari kawasan
hutan tersebut berstatus hutan lindung, berada di ketinggian 700 – 1800 mdpl, berhawa sangat sejuk dan pagi hari selalu
berkabut.
Kota Kecil di Tengah Hutan |
Penduduk Kabupaten Pakpak Bharat sekitar 50.000 jiwa dengan tingkat
kepadatan hanya 37 jiwa/km2. Sehingga tidak heran, Salak sebagai ibukota nya
sangat sepi, jauh dari hiruk pikuk dan kebisingan kota. Beberapa permukiman
dalam satu adminstrasi desa yang berhasil kami foto baik melalui drone atau
dari camera yang diambil dari ketinggian, jumlah rumahnya dapat dihitung.
Permukiman perdesaan yang umum nya mengelompok dan linier |
Generasi milineal berfoto dengan latar belakang permukiman perdesaan |
Sepanjang tahun 2017, tiga kali
saya mengunjungi Pakpak Bharat, dengan durasi 3 – 5 hari, lumayan ter-eksplor
wilayah ini, yang menyimpan potensi wisata alam luar biasa indah dan wisata sejarah dan budaya yang unik. Potensi wisata sejarah yaitu
terdapat benteng pertahananan terakhir Sisingamangaraja XII, raja Batak dan pahlawan nasional di Desa Traju
Kecamatan Siempat Rube.
Peninggalan lainnya adalah Mejan,
yang termasuk peninggalan purbakala. Mejan ini berupa patung-patung yang diukir
dari batu.
Patung-patung ini berbentuk orang mengendarai binatang seperti gajah, kuda atau harimau. Mejan adalah suatu
simbol kebanggaan kebanggaan dan kemashyuran bagi masyarakat Pakpak, Selain
mengandung nilai budaya yang tinggi, mejan ini juga merupakan lambang kebesaran
marga Pakpak atau masyarakat Pakpak. Berdasarkan penuturan beberapa sumber,
keberadaan Mejan juga mengandung makna yang sifatnya mistis. Mejan tersebar
hampir di seluruh kecamatan di Pakpak Bharat yang terdiri dari 8 kecamatan.
Mejan - Peninggalan purbakala sebagai lambang kebesaran marga dan bernilai mistis |
Masyarakat Pakpak, seperti halnya
masyarakat di tanah batak lainnya, juga memiliki nama keluarga atau marga.
Penamaan marga suku Pakpak ini mungkin jarang sekali kita dengar seperti halnya
suku batak. Nama marga suku Pakpak Bharat antara lain Berutu, Padang, Sinamo,
Cibro, Solin, Baoangmanalu, Lingga, Tumangger dll. Penyebaran suku Pakpak
berdasarkan komunitas nya dibagi menjadi 5 wilayah atau istilah nya Suak, yaitu
:
·
Simsim, daerah Kabupaten Pakpak
Bharat;
·
Keppas, daerah Kabupaten Dairi;
·
Pegagan, daerah Kabupaten Dairi,
khusus kecamatan Sumbul;
·
Kelasen, daerah Tapanuli Utara, khusus
kecamatan Parlilitan dan Kabupaten Tapanuli Tengah di kecamatan Manduamas; dan
·
Boang, daerah Aceh Singkil.
Untuk wisata alam, wilayah Pakpak
Bharat menyajikan wisata panorama alam serta air terjun. Bentang alam yang
berada di perbukitan menyajikan pemandangan yang sangat indah. Salah satu
pemandangan indah yang dapat dinikmati dengan aksesibilitas yang sangat mudah
dari Kota Salak yaitu di Sindeka (kompleks perkantoran). Selain perbukitan,
persawahan yang ada di Kecamatan Siempat Rube menurut saya tidak kalah indah
dengan yang ada di ubud. Persawahan ini terletak di jalan Provinsi Simpang
Jambu – Kutajungak – Sigalingging Kab Dairi.
Wisata air terjun, merupakan salah
satu destinasi wisata yang menjadi andalan Kabupaten Pakpak Bharat. Tidak semua
berhasil kami kunjungi, karena keterbatasan akses. Air terjun yang sempat kami
kunjungi antara lain
Air Terjun Lae Mbilulue atau Sampuren
Mbilulu yang terletak di Desa Prongil Kecamatan Tinada. Dari jalan provinsi
Sidikalang – Salak jaraknya sekitar 4 Km melalui jalan Tinada – Prongil.
Kemudian kendaraan roda empat/roda dua berhenti di lapangan parkir yang sudah
tersedia cukup luas, dilanjutkan dengan berjalan kaki di jalan setapak sekitar
500 Meter menuju lokasi air terjun.Di lokasi air terjun ini kalau beruntung kita akan melihat pantulan
warna seperti pelangi. Lokasi wisata ini sudah dilengkapi dengan tempat duduk
tangga dan jembatan penghubung sehingga memudahkan pengunjung untuk ber foto.
Lae Mbilulu sudah menjadi destinasi wisata populer Pakpak Bharat |
Beruntung Berhasil Melihat Pelangi |
Air Terjun Lae Una atau Sampuren Lae Una yang terletak di
Desa Kecupak 1 Kecamatan Pergetteng-Getteng Sungkut (PGGS). Air terjun ini berada
di sebelah barat Kota Salak berjarak sekitar 5 Km atau 10 menit. Debit air
terjun ini cukup besar dan bermuara ke Sungai Lae Ordi. Pada saat kami kesana,
belum ada fasilitas penunjang apapun. Air terjun Lae Una sebetulnya dapat
dijadikan wisata terintegrasi dengan Mejan Manik yang berada dekat dengan pintu
masuk.
Air Terjun Lae Una di Desa Kecupak I |
Air Terjun Lae Sipitu-Pitu yang
terletak di Kecamatan Pergetteng Sungkut. Menuju air terjun yang berjarak 12 Km
dari Kota Salak, terlebih dahulu melalui Jalan Provinsi Simpang
Jambu – Kutajungak, kemudian masuk ke lokasi dapat melalui Desa Mungkur atau Desa
Kutajungak. Dari kedua desa ini, menuju lokasi sekitar 3 Km. Tetapi
sayangnya, air terjun tujuh tingkat
belum ada jaringan jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan roda empat ataupun
roda dua.
Air Terjun Tujuh Tingkat di Kecamatan Siempat Rube |
Air Terjun Lae Sigambit di Desa Mahala
Kecamatan Tinada. Jarak nya cukup jauh dari Salak, sekitar 17 Km, dan menuju
air terjun ini dapat ditempuh melalui jalan Tinada – Mahala, kemudian masuk ke
lokasi melalui Dusun Kuta Delleng. Desa Mahala, selain terdapat air terjun juga
terdapat potensi wisata sejarah yaitu goa persembunyian Sisingamangaraja XII
serta situs sejarah marga Saolin.
Selain potensi wisata yang diharapkan
akan menjadi penggerak ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat, potensi ekonomi lainnya adalah perkebunan Gambir. Perkebunan Gambir terhampar di bagian barat Kabupaten
Pakpak Bharat. Produksi gambir Pakpak Bharat ternasuk no 2 terbesar se-Indonesia setelah Sumatera Barat dan telah menjadi komoditi ekspor. Pengolahan pasca panen langsung dilakukan di sekitar kebun harus diolah sebelum 24 jam. Masyarakat mengolah nya
dengan alat-alat yang sangat sederhana untuk menghasilkan gambir asalan sebagai
bahan baku untuk kosmetik dan obat-obatan. Gambir asalan ini berbahan dasar
daun dan ranting yang direbus, sedangkan daun yang kering dapat dijadikan teh.
Saat ini, teh gambir telah di packaging oleh BUMD Kabupaten Pakpak Bharat dan
menjadi oleh-oleh khas.
Daun dan ranting yang direbus untuk menghasilkan gambir asalan |
Alat kempa untuk menghasilkan getah gambir |
gambir asalan sebagai bahan baku obat dan kosmetik |
Sementara itu, wilayah timur Pakpak
Bharat potensi wilayahnya adalah pertanian tanaman pangan terutama padi sawah
dan perkebunan jeruk. Jeruk Pakpak Bharat terkenal sangat manis, atau dikenal
dengan jeruk madu. Jeruk ini kemudian dipasarkan ke Subulussalam – Aceh dan Berastagi untuk kemudian dipasarkan ke wilayah lain di
Indonesia. Selain penghasil jeruk, Pakpak juga terkenal penghasil durian,
termasuk yang terbesar di Sumatera Utara. Durian khas Pakpak ini banyak ditemui
di Jalan Nasional Sidikalang - Subulussalam Kecamatan STTU Jehe yang berbatasan
dengan Kota Subulussalam – Aceh.
Perkebunan Jeruk yang terhampar di bagian timur Pakpak Bharat |
Tengkulak yang langsung menjemput jeruk di kebun |
No comments:
Post a Comment