Saya jatuh cinta pada pandangan
pertama pada Tanah Batak. Pertama menginjakan kaki di Kota Medan tahun 2005,
hanya transit untuk melanjutkan kembali perjalanan menggunakan pesawat ke
Jakarta, setelah melalui jalan darat dari Banda Aceh. Hanya sekejap di Kota
Medan, check in sebentar di sebuah hotel hanya untuk membersihkan badan setelah
semalaman berada di mobil. Perjalanan singkat dari hotel menuju Bandara Polonia,
melewati bangunan-bangunan tua di Kota Medan, itulah yang membuat saya jatuh
cinta. Ternyata Kota Medan jauh dari ekspektasi saya. Medan bukan salah satu
wish list the city must visit, saya membayangkan Medan adalah kota industri
yang panas. Sangkaan saya salah besar ketika melewati pusat Kota Medan yang di
beberapa lokasi tempat masih memelihara pepohonan yang besar sehingga kesan
adem masih terasa.
Tahun 2007 via darat dari Banda Aceh kami melancong ke
Danau Toba. Saya terkesima dan kagum dengan kerapihan pepohonan karet di
sepanjang jalan Tebing Tinggi – Pematang Siantar. Mohon maklum karena kami
orang Pulau Jawa, tepatnya Bandung belum pernah melihat perkebunan karet
seperti itu. Dan...untuk pertama kalinya saya melihat Danau Toba. Danau
terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Saking besar nya Danau ini (panjang
sekitar 100 Km dan lebar 30 meter ini) hingga meliputi tujuh kabupaten di
Sumatera Utara. Kunjungan saat itu, pelancong. Menginap di Parapat, menyeberang
ke Samosir dan berbelanja di Tomok,
setelah sebelumnya kami berwisata dulu di Berastagi, ke air terjun Sipiso-piso
dan memandang Danau Toba dari kejauhan di Sitongging.
Sepuluh tahun kemudian, tahun 2017 saya kembali melihat Danau Toba
tapi dari lokasi yang berbeda. Yang pertama, sepulang dari Pakpak menuju Medan,
kami singgah sejenak di Simalem. Sebetulnya
untuk menuju Medan, kami ingin lewat Desa Tao Silalahi, tetapi waktu
tidak memungkinkan karena takut telat tiba di Kuala Namu (benar saja kami
ketinggalan pesawat karena tak diduga macet di Berastagi). Desa Silalahi berada
di tepian Danau Toba yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Dairi terkenal
indah sekali. Kali ini belum rezeki saya, mudah-mudahan lain kali.
|
Sebuah resort di Simalem- Kab Dairi yang menghadap ke Danau Toba |
|
Perbukitan di sisi Danau Toba di Simalem |
Yang kedua, mungkin ini adalah
anugerah pengganti belum sempat ke Tao Silalahi, kami dikasih rezeki mengunjungi
salah satu sudut terindah Danau Toba lainnya, yaitu Desa Bakkara, Kecamatan Bakti
Raja Kabupaten Humbang Hasundutan. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar atau melihat foto tentang pemandangan Desa
Bakkara dari atas jalan yang ternyata sangat indah sekali. Karena tujuan kami
mengunjungi air terjun Binanga janji.
Untung mata saya jeli dan meminta driver berhenti untuk kami mengabadikan
keindahannya. Heaven ! Benar-benar indah. Selanjutnya menuju air terjun janji,
disini baru pertama kalinya saya menginjakan kaki di perdesaan yang benar-benar
berada di pinggiran Danau Toba. Mata ini disuguhi pemandangan yang baru
seumur-umur saya lihat, gereja di pinggir danau yang tampak syahdu, serta
kuningnya sawah di pinggir danau dengan latar
belakang perbukitan, yang terkadang diantara sawah itu terselip satu
dua lokasi pekuburan. Kami juga sempat mengunjungi istana tempat kelahiran Sisingamangaraja XII.
|
Pemandangan Desa Bakkara - Humbang Hasundutan |
|
Sawah yang sedang menguning terhampar di pinggir Danau Toba |
|
Pemandangan di Sebuah Desa Pinggiran Danau Toba di Kec Bakti Raja |
|
Air Terjun Binanga Janji - Bakti Raja |
Yang ketiga, sisi Danau Toba dari
Tele – Pangururan Kabupaten Samosir. Ini juga menjadi kunjungan yang tidak
direncanakan. Ceritanya selepas perjalanan dinas dari Pakpak, sengaja kami
pilih Bandara Silangit untuk menuju Jakarta. Pagi sekali kami dari Kota Salak,
dan masih sekitar jam 9 sudah tiba di Tele, perkiraan tiba di Bandara Silangit
sekitar 1 jam kemudian, padahal pesawat kami terbang sore jam 3.30. Waktu masih
lama, dan kami memutuskan untuk turun sejenak ke Pangururan. Sayang nya cuaca
saat itu mendung, jadi pencahayaan kurang afdol untuk motret. Walaupun
demikian, tetap saja kami disuguhi pemadangan yang masya Allah indahnya. Danau yang
dikelilingi bukit, air terjun di sela-sela perbukitan. Oh iya, di Tele ini di jalan arah menuju Sidikalang, saya
menemukan suatu ke keunikan. Penjual ombus-ombus yang menutupi dandangnya
menggunakan selimut. Ombus-ombus sendiri adalah makanan khas penduduk Danau
Toba (yang konon berasal dari Siborong-borong- Tapanuli Utara) yang berbahan
dasar tepung beras yang diisi gula merah dan dibungkus daun. Ombus-ombus itu
artinya tiup-tiup karena disajikan pada saat panas baru keluar dari Dandang.
Udara di sekitar Tele sangat dingin, sehingga untuk menjaga agar ombus-ombus tetap hangat,
diselimutilah dandang itu. Cukup unik.
|
Pemandangan di Sekitar Tele - Kab Samosir |
Yang keempat, saya menikmati
keindahan Danau Toba dari Balige, Ibukota Kabupaten Toba Samosir. Lokasi yang
pertama yaitu di Bukit Tarrabunga, lokasi yang terkenal sebagai spot foto yang
indah dan menjadi salah satu lokasi syuting film Toba Dreams. Lokasi berikutnya
dari Museum TB Silalahi. Untuk lokasi ini sebelumnya saya pernah melihat foto
seorang teman yang cukup indah. gereja di pinggir Danau Toba.n Ini target
lokasi yang harus saya potret. Saya niat bangun pagi untuk mengejar lokasi ini,
yang letaknya sekitar 30 menit dari tempat saya menginap di hotel terbaik di
Kota Balige. Di Balige ini pula pertama kalinya saya merasakan sambal
andaliman. Andaliman sendiri adalah rempah khas batak. Rasanya tidak terlalu
pedas, sedikit kecut-kecut seperti buah limau dan sangat wangi. Kuliner
lainnnya yang sempat saya icip adalah Mie Gomak. Mie khas Toba ini dijual di Pasar Balige dengan harga
hanya 7.000 rupiah saja per mangkok. Karena memang porsinya kecil, dan rasanya
enak sekali, saya sampai minta tambah satu porsi lagi. Mie gomak ini tersedia
dalam bentuk mie rebus dan mie goreng. Satu lagi makanan yang saya temui di
Balige adalah Lapet. Tidak beda dengan ombus-ombus dengan berbahan dasar tepung
beras,kelapa dan gula aren hanya penyajiannya saja yang berbeda. Ombus-ombus
dibentuk segitiga seperti piramid, sedangkan lapet segiempat. Yang menarik yang saya temui di Pasar Balige, lapet
dibentuk menggunakan kepalan tangan inang (ibu : bahasa batak) penjualnya.
|
Bukit Tarrabunga - Balige |
|
Danau Toba dari belakang Museum TB Silalahi |
|
Salah satu sudut di Musem TB Silalahi - Balige yang berada di pinggir Danau Toba |
Terkait dengan Danau Toba lainnya
adalah kopi. Di perbukitan yang mengelilingi Danau Toba, di ketinggian diatas
700 Mdpl, masyarakat menanam kopi arabika dan menjadikannya sebagai komoditas
unggulan. Kopi yang berasal dari Sumatera Utara, termasuk salah satu kopi
arabika terbaik di dunia, dengan karakternya yang bold, earthy dan rasa asam
yang tipis. Saya sempat mengunjungi beberapa desa penghasil
kopi arabika di sekitar Badan Otorita Danau Toba (BODT) yang berpotensi untuk
menjadi wisata kuliner pendukung wisata Kawasan Wisata Super Prioritas Danau
Toba. Selain mengunjungi perkebunan kopi yang terhampar luas, kami juga melihat proses
pengolahan kopi oleh masyarakat yang masih
dilakukan sangat tradisional, yaitu di sangrai. Setelah melihat proses itu, langsung
di tempat saya seduh kopinya sendiri. Dalam rangka edukasi kepada masyarakat dengan
membandingkan rasa dengan kopi yang
diolah secara baik dan benar, kami sengaja membeli biji kopi dari salah satu
gerai kopi yang terkenal di seluruh dunia, menyeduh dan mencicipi bersama-sama
dan membandingkan dengan kopi yang mereka olah sendiri. Gerai kopi terkenal
itu, menyediakan salah satu kopi dengan label Kopi Sumatera. Kopi Sumatera ini,
selain dari Aceh juga berasal dari Sumatera Utara.
Di Kota Siborong-borong,
Kabupaten Tapanuli Utara, terdapat
perusahaan eksportir yang memasok langsung ke gerai kopi terkenal tersebut. Kopi
Sibisa yang berasal dari Ajibata yang saya ceritakan diatas, sebagian
besar hasilnya dijual ke perusahaan ini.
Saya sempat berkunjung ke gudang eksportir tersebut, melihat proses pengolahan
pasca panen lebih lanjut sebelum dikirim ke pabrik di Brastagi untuk dilakukan
grading dan packaging, yang selanjutnya di ekspor ke Amerika sebagai tempat
global perusahaan kopi yang terkenal itu.
|
Penjelasan tentang Kopi Sumatera di Kantor PT SSC |
|
Solar Dom untuk menjemur kopi agar kadar air > 20% |
Kopi arabika lainnya yang
terkenal yang berasal dari Toba adalah kopi lintong. Lintong sendiri merupakan
sebuah nama kecamatan, Lintong Nihuta
di Kabupaten Humbang Hasundutan. Disini
saya sempat mengunjungi sebuah shelter kopi milik masyarakat, yaitu semacam
gudang kopi yang dilengkapi dengan solar dom untuk menjemur kopinya. Kopi lintong
juga termasuk kopi yang dijual ke pemasok kopi diatas.
|
Gudang kopi di Lintong Nihuta |
No comments:
Post a Comment