Perjalanan ke perbatasan negara,
merupakan pengalaman yang paling tidak terlupakan bagi saya. Karena suatu tugas, saya
berkesempatan mengunjungi perbatasan di Kalimantan Utara. Wilayah perbatasan
yang pertama kali saya kunjungi adalah Nunukan. Tidak pernah terbayangkan
sebelumnya akhirnya bisa sampai kesana. Selama ini, saya hanya mendengar dari
beberapa teman yang pernah kesana, dan melihat dari TV. Berita yang sering
disampaikan di TV biasanya tentang TKI yang bermasalah dan dipulangkan oleh
pihak Malaysia. Teman yang pernah kesana, bercerita bahwa ketika begitu banyak
jumlah TKI yang sedang menunggu untuk dipulangkan ke daerah-nya masing-masing, sehingga
kapasitas penampungan overload, sampai ditemukan kotoran manusia dimana-mana.
Oohh, sungguh kesan suatu kota yang mengerikan bagi saya. Tetapi, cerita teman
saya itu, Alhamdulillah tidak saya temukan ketika dua kali berkunjung ke
Nunukan.
Perjalanan ke Nunukan dari Kota
Tarakan dapat ditempuh hanya 15 – 20 menit menggunakan pesawat jenis Cessna
dengan kapasitas penumpang 11 orang atau
jenis ATR dengan kapasitas penumpang lebih banyak. Kalau menggunakan
speed boat yang berkapasitas 45 orang, waktu tempuh perjalanan sekitar 2,5 jam.
Kebetulan saya pernah mencoba semua jenis moda transportasi tersebut untuk
menuju Nunukan.
Pelabuhan Tarakan |
Ibukota Kabupaten Nunukan berada
di Pulau Nunukan. Pusat pelayanan skala kabupaten ini yang telah ditetapkan
sebagai Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN) dalam Rencana Tata Ruang W ilayah
(RTRW) Nasional, terdiri atas dua kecamatan, yaitu Nunukan dan Nunukan Selatan.
Kabupaten Nunukan sendiri terdiri atas 15 kecamatan. Kecamatan-kecamatan
tersebut selain terhampar di daratan Pulau Kalimantan bagian utara yang
berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah – Malaysia Timur, juga tersebar
di 25 pulau. Selain Pulau Nunukan dan Sebatik, pulau-pulau lainnya
dikategorikan sebagai pulau-pulau kecil.
Kota Nunukan |
Luas Pulau Nunukan yaitu 23.190
Ha dengan jumlah penduduk 66.758 jiwa pada tahun 2011. Terdapat 2 pelabuhan
besar, yaitu Pelabuhan Nasional Tunontaka dan Pelabuhan Liem Hie Djung /Tanah
Merah. Pelabuhan Tanah Merah dipersiapkan sebagai pelabuhan penyeberangan
internasional dengan fasilitas CIQS yang sudah lengkap. Tetapi sampai saat ini,
pelayanan penyeberangan internasional ke Tawau-Malaysia dan antar pulau di
Indonesia masih berlangsung di Pelabuhan Tunontaka.
Pelabuhan Liem Hie Djung - Nunukan |
Kawasan perkotaan Nunukan
terpusat di Kecamatan Nunukan, sedangkan kantor pemerintahan Kabupaten Nunukan
terpusat di Kecamatan Nunukan selatan. Cukup terkejut ketika di sebuah kota
kecil yang sangat jauh dari Pulau Jawa terdapat penginapan yang fasilitas-nya
lebih dari lumayan (karena ekspektasi saya tidak sejauh itu). Sepanjang
pengetahuan saya berada Nunukan, terdapat 3 hotel yang masuk ke kategori
lumayan ini. Selain pasar tradisional, toko dan warung, fasilitas perdagangan
modern (minimarket) tersebar di beberapa lokasi. Hampir seluruh minimarket di Nunukan menyediakan oleh-oleh khas
perbatasan : coklat, teh tarik dan milo buatan malaysia. Ada satu hal lain yang
cukup mengejutkan, gaya hidup ngafe seperti di kota-kota besar mulai merambah
Nunukan. Tetapi tidak ada cafe yang wah, hanya cafe kecil biasa yang
menyediakan makanan standar seperti kentang goreng, burger dan kopi. Tetapi,
untuk ukuran suatu kota kepulauan, ini sangat lumayan.
Nunukan memang sudah selayaknya
dipersiapkan sebagai suatu kota kecil di perbatasan. Sebab, Nunukan merupakan
pintu masuk negara atau istilah lain
sebagai Beranda Depan Negara. Apabila membandingkankan dengan Kota Tawau
yang dapat ditempuh hanya 1 jam dari Nunukan,
negara Malaysia seolah ingin menyombongkan diri: “ Ini awak, kota peradaban
yang menjadi tujuan sebagian besar warga negara anda di seberang sana untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya”.
Memang betul begitu adanya
sebagian kebutuhan pokok masyarakat Nunukan berasal dari Malaysia. Kebetulan
saya juga berkesempatan mengunjungi Kota Tawau. Saya mengamati pergerakan
manusia dan barang ketika menuju Tawau dan dari Tawau menuju Nunukan. Warga
Nunukan yang ke Tawau, kebanyakan bertujuan untuk berbelanja, sehingga kapal
menuju Tawau hampir seluruhnya mengangkut manusia. Tetapi, keadaan berbalik
ketika kapal bergerak menuju Nunukan. Dek bagian atas kapal penuh oleh barang.
Barang yang dibawa tersebut antara lain barang-barang elektronik, pakaian dan
bahan makanan.
Membandingkan Kota Tawau, sungguh sangat jauh berbeda dengan Nunukan.
Karakter perkotaan di Tawau sangat kuat. Aktivitas yang mendominasi yaitu
industri, perdagangan dan jasa. Konon kabarnya, sebagian besar pekerja di
sektor sekunder dan tersier tersebut berasal dari Indonesia. Kota Tawau sangat
tertata rapih, bersih dan sangat tenang.
Walaupun kota, tetapi saya tidak menemukan hiruk pikuk disana. Kota yang
menghadap laut ini, menata kawasan waterfront city-nya dengan baik. Tersedia
taman yang lengkap dengan sarana permainan anak-anak. Kawasan waterfront dan
kawasan perdagangan steril dari Pedagang Kaki Lima. Ada lokasi terpusat khusus
untuk para PKL tersebut. Lalu lintas pun sangat teratur. Terdapat terminal di
tengah kota. Terminal tersebut ditata begitu rapih, bersih dan nyaman. Sangat jauh dari kesan seram seperti kita
mengungungi terminal-terminal di sebagian besar kota di Indonesia.
Kawasan perdagangan di Kota Tawau - Steril dari PKL |
Saya berkesempatan pula untuk
mengamati kondisi permukiman disana. Tidak dipungkiri bahwa masih terdapat
permukiman terapung, yang menurut supir taxi yang mengantar saya
berjalan-jalan, permukiman itu sebagian besar adalah orang-orang Bajau.
Kemudian, supir taxi mengantarkan saya menuju ke suatu flat. Menurutnya, flat
itu relokasi dari permukiman nelayan yang terbakar. Relokasi untuk permukiman
nelayan, berarti flat itu bukan untuk kelas atas. Tetapi, kondisinya sangat
rapih dan bersih, seperti apartemen menurut saya. Supir taxi yang ternyata berasal dari suku Bugis
itu, kemudian mengantarkan saya untuk melihat kondisi permukiman tempat dia
tinggal. Hampir seluruh rumah di permukiman bapak supir taxi itu bertipe rumah panggung. Yang menarik
perhatian saya adalah, kolong rumah ternyata dimanfaatkan untuk ruang lain,
seperti menjadi garasi, toko atau hanya sekedar tempat menyimpan balai-balai
untuk bersantai. Yang terpenting dicatat adalah, kolong-kolong itu sangat
bersih.
Kolong rumah dimanfaatkan untuk garasi |
Infrastruktur permukiman seperti
jalan tersedia dengan baik, dengan drainase di kanan kiri dalam kondisi bersih
tidak ada sampah. Setiap rumah memiliki MCK dengan sistem penyediaan air bersih
perpipaan. Pemerintah Malaysia sepertinya telah memenuhi unsur standar
pelayanan minimal untuk warga negara-nya. Sedangkan di Nunukan? Terdapat
beberapa titik permukiman padat penduduk dengan infrastruktur permukiman yang
sangat minim. Bayangkan ketika kita memasuki wilayah Malaysia. Pemandangan
pertama yang kita liat adalah suatu kota dengan gedung-gedung bertingkat.
Sementara itu, ketika memasuki Nunukan, yang pertama kita lihat adalah
permukiman kumuh.
Permukiman terapung di sekitar Pelabuhan Tunontaka- Nunukan |
Nunukan memang tidak harus
seperti Tawau dengan gedung-gedung bertingkatnya. Tetapi, minimal ketika kita
memasuki Nunukan, terpampang pemandangan indah suatu kota yang tertata rapih
dan bersih dengan permukiman penduduk yang telah memenuhi standar pelayanan
minimal. Dan ini adalah soal harga diri bangsa. Adalah konsekuensi pemerintah
untuk memprioritaskan pembangunan di wilayah ini, karena telah ditetapkan
sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional. Bahkan pemerintah sendiri melalui
Rencana Program Jangka Panjang (RPJP), telah menetapkan reorientasi arah
perkembangan perbatasan negara dari Inward
Looking menjadi Outward looking. Kawasan
Perbatasan tidak lagi dianggap sebagai halaman belakang negara, tetapi kawasan
perbatasan sebagai halaman depan negara
bahkan sebagai entry point pertumbuhan ekonomi wilayah.
Mengenai kondisi permukiman,
pertanyaan saya adalah “Kenapa kita tidak bisa seperti mereka yang disiplin?
Ketika hendak meninggalkan Kota Tawau, saya sempat bertanya pada supir Taxi :
“bapak berasal dari Bugis yang nenek moyang-nya berasal dari wilayah Indonesia. Tapi kenapa disini bisa rapih sementara disana tidak pak?” dan
bapak itu menjawab : “ada petugas pemerintah yang selalu memantau dan
memberikan kami pengarahan untuk membersihkan lingkungan”. Ternyata ini adalah
soal tata kelola serta political will dari pemerintah. Harus diakui, pemerintah
Malaysia selangkah lebih maju dibandingkan kita.
kak transportasi umum di Tawau hanya taksi kak ? atau ada moda lain ?
ReplyDeleteAda bis kota dan bis antar kota
ReplyDeleteAda bis kota dan bis antar kota
ReplyDelete