Tahun 2018 yang lalu, saya
berkesempatan mengunjungi Vanimo, Papua Nugini. Vanimo merupakan kota kecil yang berbatasan langsung
dengan Kota Jayapura, yang merupakan ibukota Provinsi Sandaun/West Sepik. Saya masuk melalui gerbang Pos Lintas Batas Negara
Skouw – Kota Jayapura. Saat itu Jembatan Youtefa masih tahap pembangunan,
sehingga waktu tempuh dari pusat Kota Jayapura ke Skouw sekitar 2 jam. Tahun
2019 Jembatan Youtefa sudah dapat digunakan, dan memangkas waktu tempuh sangat
signifikan, hanya 45 menit. Setelah kita
melewati imigrasi Indonesia di dalam suatu gedung yang sangat megah, kemudian
memasuki taman yang terdapat patung Burung Garuda yang sangat besar, dan
tibalah di pintu gerbang perbatasan. Pintu gerbang ini sebetulnya terbuka untuk
umum sampai dengan jam 4 sore. Terdapat suatu area, yang secara kedaulatan
sudah memasuki wilayah Papua Nugini, tapi kita pelancong boleh masuk. Wutung
nama desa tersebut, disitu kita bisa berfoto dengan latar belakang pantai.
Tersedia juga pedagang yang menjajakan pisang goreng dan sosis/bratwurst bakar.
Sosis/bratwurst harga nya lebih murah di PNG,
mungkin karena akses yang lebih muda ke Australia sebagai negara
produsen. Di area ini juga tersedia kendaraan umum menuju Vanimo, kendaraan
semacam L300. Tetapi tidak sembarangan bisa menaiki kendaraan ini, karena
terlebih dahulu harus melapor ke imigrasi untuk cap paspor dan visa.
Vanimo dari PLBN Skouw dapat
ditempuh sekitar 45 menit. Setelah kita melewati pintu perbatasan Wutung,
sekitar 5 menit kemudian, berhenti sejenak untuk diperiksa di pos yang dijaga oleh milter PNG. Menuju
Vanimo terlebih dahulu kita akan memasuki suatu kawasan perdesaan di pinggir
pantai. Akses jalan tidak terlalu mulus dengan lebar sekitar 6 Meter. Di
beberapa titik kita akan melewati jembatan dengan bentang pendek sekitar 50 M dan
konstruksi beton, selain tumpukan gelondongan
kayu yang berukuran sangat besar. Melihat gelondongan kayu besar seperti itu, dan merasa sedih. Karena itu
pasti hasil membabat hutan. Kegiatan penebangan kayu memang menjadi sektor
unggulan dalam perekonomian Papua Nugini. Vanimo sendiri terdapat beberapa
perusahaan pengolahan kayu.
|
jenis kendaraan umum Skouw - Vanimo dan kondisi jalan perbatasan PNG |
|
kayu hasil penebangan yang menjadi ekonomi penggerak PNG |
Sepanjang kiri kanan di kawasan
permukiman , akan kita temui beberapa jongko yang menjajakan barang-barang
kebutuhan sehari-hari seperti sabun, minyak, snack kemasan. Barang-barang itu
made in Indonesia, yang mereka dapatkan di Pasar Skouw. Pasar Skouw menjadi
orientasi bagi masyarakat Vanimo sekitarnya, hampir seluruh barang seperti
sembako, sampai alat elektronik di supply dari Indonesia. Permukiman yang
berpola linier ini, sebagian besar berbentuk
panggung dengan konstruksi kayu dan beberapa masih beratap rumbia. Pusat
kawasan ditandai dengan sebuah lapangan yang luas seperti lapangan sepakbola,
sekolah (elementary school disini disebut SD dan berseragam putih merah
) dan gereja.
|
Permukiman linier sepanjang pantai dengan mayoritas rumah panggung |
|
Lapangan terbuka sebagai sarana interaksi masyarakat di perdesaan |
|
Kompleks pemakaman diantara permukiman tepi pantai |
Setelah kurang lebih 45 menit,
tibalah kami di Kota Vanimo. Kota kecil di pinggir pantai yang cantik. Vanimo
memiliki ombak yang cukup besar tetapi stabil dan menjadi salah satu tujuan peselancar.Di
tengah-tengah kota terdapat suatu tanjung yang berombak tenang. Kontur kota nya
landai, kemudian berbukit. Dari atas bukit kita dapat menikmati pemandangan ‘kota
bawah’. Permukiman umumnya di bangun di dataran yang lebih tinggi, sebaliknya
pusat perdagangan dan pusat pemerintahan berada di dataran yang relatif landai,
dekat dengan pantai. Permukiman di pusat Kota Vanimo sedikit berbeda dengan di perdesaan
yang sebelumnya kami lewati, jarang sekali ditemui rumah panggung. Sebagian
besar rumah sudah permanen, terdapat kelompok permukiman diatas bukit dengan
arsitektur bergaya modern. Sementara itu rumah yang berada di ‘kota bawah’,
beberapa tampak beratap seng dan
berdinding seng atau kayu. Konsep neighborhood unit ini perdesaan mengingatkan saya di Kampung Wallace Bay dan
Mentadak, Sebatik – Malaysia, begitupun arsitektur rumah dan perkantoran di pusat kota, seperti di kedua kampung
tersebut.
|
Pusat Kota Vanimo diantara dua tanjung |
|
Pantai Kota Vanimo |
|
Suasana di Kota Vanimo |
|
Kantor Pekerjaan Umum -nya Sandaun Province |
Sebagai ibukota Provinsi, terdapat
lapangan terbang di Vanimo, yang melayani rute ke Kota-kota besar di PNG : Port
Moresby, Madang dan Wewak. Hanya terdapat satu runaway, dan mungkin pesawat
yang landing disini sejenis twin otter atau ATR. Kalau dibandingkan dengan di
Indonesia,suasananya tidak berbeda jauh dengan bandara di Biak . Tidak jauh dari bandara, kami menemukan suatu
tempat yang masih dalam proses
pembangunan. Tampak bangunan rumah-rumah tunggal, rumah deret berlantai dua, serta bangunan
hotel yang arsitekturnya bergaya modern. Terdapat papan di kompleks tersebut
dengan tulisan New Town Development .
|
Bandara Kota Vanimo |
|
Perumahan Baru di Pusat Kota yang masih tahap pembangunan |
|
Lokasi Pembangunan Kota Baru |
Beranjak kembali ke pusat kota,
dan inilah bagian yang paling menarik
bagi saya. Pusat perdagangan ! Tidak terlalu banyak bangunan pertokoan, kalau
ada waktu luang sebetulnya bisa kita hitung berapa jumlahnya. Ada satu bangunan
pusat perbelanjaan, yang disekitarnya dikelilingi oleh pasar tradisional. Pasat
tradisional tidak terlalu jauh kondisinya seperti di Indonesia, bangunan kaki-5
, dan sekali lagi kalau ada waktu cukup luang, jumlah jongko nya bisa kita
hitung, saya perkiraan masih dibawah 50 unit. Tapi dari jongko-jongko tersebut,
sulit sekali ditemui yang berjualan makanan. Malah sepanjang kunjungan kami, hanya
satu warung tempat makan yang kami temui. Jangan bayangkan pasar seperti pasar
di Indonesia yang mengelompok. Jongko-jongko tersebut berjejer sepanjang jalan
di dekat pusat perbelanjaan.
|
Pasar Tradisional masih didominasi PKL |
|
Pusat Perbelanjaan Modern |
Ada dua pusat perbelanjaan yang
kami datangi, super market yang menjual segala ada, dari sembako, sayuran
segar dan frozen foods, pakaian sampai
barang elektronik. Hampir 90% barang-barang made in Indonesia, dan beras dari
Indonesia adalah yang terbaik disini.
Sisanya, daging sapi dan sosis dari Australia, beberapa frozen food dari
China dan Thailand. Produk lokal (PNG) yang
saya temui yaitu telur dan sayur mayur. Kedua supermarket tersebut sangat ramai
dan penuh, sempat terpikir oleh saya, konsumtif juga masyarakat Vanimo.
Ternyata menurut info, mereka baru saja menerima gaji, sehingga hari itu waktu
nya belanja. Masyarakat yang datang berbelanja, tidak hanya masyarakat kota
Vanimo, tapi dari lokasi disekitarnya. Hal ini nampak dari angkutan masal yang
berseliweran lewat. Angkutan masal tersebut adalah truk, yang dibelakangnya diberi
penutup. Sangat jarang sekali saya menemukan mobil, hanya beberapa taxi yang
lewat dengan jenis mobil sedan yang sudah tua. Mobil jenis lainnya yang lalu
lalang berjenis jeep dan double cabin. Berada di pusat kota Vanimo ini, saya
merasa suasana mungkin seperti
masyarakat Indonesia di tahun 60-an yang ditempatkan di suatu ruang
modern. Karena, selain melihat moda transportasi masal yang berupa truk, disini
kebanyakan masyarakat hanya beralaskan sandal jepit, dan beberapa terlihat
tidak beralas kaki sama sekali. Sangat jauh apabila dibandingkan dengan Kota
Jayapura, pun dengan Koya Barat, sebuah kelurahan dekat perbatasan Skouw yang
berkarakter periurban.
|
Barang-barang made in Indonesia yang dominan di Supermarket |
|
Bratwurst dan daging dari Australia |
|
Truk sebagai sarana transportasi masal |
Perjalanan ke Vanimo ini sangat
singkat, mungkin kurang lebih hanya 4 jam dengan perjalanan. Jadi, tidak sempat
meng-eksplore lebih dalam. Serta foto-foto yang berhasil saya ambil, tidak
terlalu bagus hasilnya. Selain pada saat itu cuaca mendung, malah sempat turun
hujan. Karena keterbatasan waktu jualah banyak foto yang saya ambil dari dalam
kendaraan.
No comments:
Post a Comment