Malinau adalah salah satu
kabupaten di dataran Pulau Kalimantan yang berbatasan sekitar 20 – 60 Km dengan wilayah Malaysia. Terdapat 30 desa yang
tersebar di 5 kecamatan perbatasan. Karena keterbatasan transportasi, saya
tidak sampai ke desa-desa perbatasan tersebut. Akses jalan darat menuju
desa-desa perbatasan itu belum ada. Jalan darat dari ibukota Kabupaten Malinau
hanya sampai ke ibukota kecamatan. Alternatif lain melalui darat yaitu
menyusuri sungai menggunakan perahu ketingting dengan waktu tempuh 10 -18 jam
bahkan lebih, tergantung dari kondisi arus sungai. Transportasi lainnya menuju
ke perbatasan melalui udara. Pesawat jenis Cessna dapat mendarat di
bandara-bandara perintis yang tersebar di pusat-pusat desa. Walaupun demikian,
frekuensi penerbangan menuju kesana sangat terbatas sekali. Berdasarkan
pengumuman yang saya baca di Bandara Malinau, penerbangan menuju ke perbatasan
dijadwalkan dengan waktu tertentu dan harus membooking jauh-jauh hari
sebelumnya.
Jadi, perjalanan ke wilayah
perbatasan negara kali ini, saya hanya sampai di ibukota kabupaten perbatasan,
yaitu Kota Malinau. Perjalanan menuju Malinau merupakan pengalaman yang takkan
terlupakan. Menggunakan pesawat Susi Air jenis Cessna, kami berangkat dari Kota
Samarinda. Samarinda – Malinau ditempuh dalam waktu 2 jam. Surprised, ketika
penumpang-nya hanya saya seorang dan ditemani oleh seorang staff Susi Air yang
akan bertugas ke Malinau. Serasa berada di dalam pesawat carteran. Saya bisa
leluasa pindah tempat duduk untuk memotret, dan ngobrol sepanjang perjalanan
dengan pilot dan teknisi bule. Karena pesawat kecil, maka terbang tidak terlalu
tinggi, sehingga dengan leluasa saya dapat memotret pemandangan di bawah. Satu
kota terlewati, dan saya duga adalah kota di Kabupaten Kutai Timur.
|
Salah satu kota diantara Kota Samarinda- Malinau |
|
sungai yang meliuk-liuk diantara petak-petak perkebunan sawit |
|
pabrik dan perumahan pekerjaan di tengah-tengah perkebunan sawit |
|
hutan rimba Kalimantan |
15 – 30 menit perjalanan, saya
masih asik memotret. Tetapi setelah itu, dimana pemandangan di bawah sepanjang
mata memandang adalah hutan rimba dan
bukit, membuat nyali saya ciut. Deg-degan dan komat-kamit berdoa. Dan sempat
pasrah ketika pilot menyuruh saya mengenakan sabuk pengaman, karena cuaca memburuk. Beruntung hanya beberapa menit. Baru plong, ketika pesawat berhasil
landing dengan mulus di Bandara Malinau.
|
Kota Malinau |
|
Bandara R. A Besing - Malinau |
|
Bandara R.A Besing Malinau |
Menginjakkan kaki di Malinau,
lagi-lagi seperti sebuah mimpi. Dulu, saya hanya mendengar dari seorang teman,
dan sekarang saya berada di kota ini. Suasana sebuah kota di tengah hutan yang
jauh kemana-mana sungguh sangat terasa. Saya merasa berada di tempat yang sangat terpencil. Kota Malinau adalah ibukota
Kabupaten Malinau yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Tetapi,
fungsi yang berjalan hanya sebagai pusat pemerintahan, kesehatan dan pendidikan
tinggi. Akses transportasi (terutama jalan darat) menjadi penghambat dalam
hubungan dengan wilayah lainnya di Kabupaten Malinau. Sarana transportasi yang
memungkinkan terjadinya interaksi antar wilayah di Kabupaten Malinau hanya
melalui jalur udara. Cost yang tinggi, menyebabkan tidak semua kalangan dapat
dengan mudah menikmati fasilitas ini. Kondisi ini menyebabkan Kota Malinau
tidak menjadi pusat orientasi bagi kecamatan-kecamatan lainnya. Orientasi
kecamatan lainnya menuju ke pusat pelayanan yang lebih terjangkau seperti Kota
Tarakan, Tanjung Selor bahkan ke wilayah Malaysia bagi kecamatan-kecamatan di
wilayah perbatasan.
Luas Kecamatan Kota Malinau
berdasarkan data dari Kabupaten Malinau Dalam Angka Tahun 2012 yaitu 122,92 Km2.
Jumlah penduduk pada tahun 2011 yaitu 24.554 jiwa. Selain bandara sebagai
outlet pintu masuk, terdapat Dermaga Sungai Sesayap, yang melayani pelayaran ke
Kota Tarakan (3 jam menggunakan speed boat). Seperti hal-nya kota lain di
wilayah Kalimantan, sungai masih merupakan prasarana transportasi yang masih
diandalkan oleh masyarakat.
|
Dermaga Sungai Sesayap - Malinau |
|
Sungai Sesayap |
Sayang-nya, pada saat-saat tertentu, air sungai meluber ke permukiman penduduk. Akibat hujan lebat yang terus menerus, sungai meluap dan
menyebabkan rumah dan jalan tergenang air. Selain curah hujan yang tinggi,
banjir ini bisa jadi karena hulu tidak mampu menahan air akibat hutan sudah
beralih fungsi menjadi pertambangan dan perkebunan sawit. Sangat disayangkan
pula, yang memparah banjir di permukiman adalah buruknya sistem drainase. Saya sampai
harus membuka sepatu untuk melewati sebuah rumah makan, karena halaman depan
rumah makan tersebut terendam air sampai 30 cm. Belum terlambat bagi Kota Malinau untuk
berbenah, karena potensi lahan yang masih luas dan jumlah penduduk yang belum
padat.
|
Permukiman dan jalan yang tergenang |
Cerita lain di Kota Malinau
adalah saya menemukan cafe yang lumayan cozy untuk ukuran kota di tengah hutan.
Daya tarik cafe dengan desain ruangan
yang modern ini adalah menyediakan WIFI. Walaupun kita harus sabar dengan
signal yang sangat lemah. Cafe ini menyediakan kopi, coklat, teh dan jus dengan
racikan modern. Makanan yang tersedia selain makanan berat (nasi goreng, soto,
berbagai macam mie) juga cemilan-cemilan seperti kentang goreng, risoles,
roti-roti dan cake slice. Rasanya, lumayan dengan harga yang cukup lumayan
juga. Mengenai harga, kita harus maklum dengan biaya hidup yang cukup tinggi di
Malinau. Transport cost tinggi dalam
penyediaan barang-barang serta bahan
bakar yang mahal, menjadikan semuanya menjadi mahal disini.
Cafe itu terletak persis di depan
tempat saya menginap. Penginapan ini adalah penginapan terbaik di Kota Malinau.
Bagian belakang-nya menghadap ke sungai. Untuk mencirikan ke khas-an Kalimantan
sebagai wilayah dengan banyak sungai, pemilik hotel menyediakan beranda untuk
dapat menikmati pemandangan di sungai.
Hanya satu malam saya berada di
Malinau, dan memang tidak mau berlama-lama disini . Tetapi menjelang kepulangan,
di pagi hari ketika saya duduk di beranda menikmati sungai, saya berkenalan
dengan seorang aktivitis masyarakat adat. Ketika tau saya datang dari Jakarta,
serta merta dia mengajak saya berjalan-jalan ke suatu lokasi wisata air terjun.
Katanya, sekitar 1 jam waktu tempuh dari
Kota Malinau. Cukup menarik ajakannya,apalagi menuju kesana jalan-nya seperti
offroad. Tapi terpaksa saya tolak, karena jam 10 saya sudah harus terbang ke
Tarakan untuk kemudian melanjutkan lagi penerbangan pulang ke Jakarta.
|
Sungai yang meliuk-liuk sepanjang perjalanan Malinau - Tarakan |
|
Sungai menuju muara ke perairan Tarakan |
|
Perairan Kota Tarakan |
sangat indah
ReplyDeletesangat indah
ReplyDelete