Aceh, mungkin ini suatu ‘kutukan’
bagi saya .. kenapa ‘kutukan’ ...karena selama tinggal di aceh (2005 - 2009) saya selalu
mengeluh. Mengeluh dengan cuaca nya yang panas, mengeluh dengan kota nya yang
sangat minim dengan fasilitas hiburan (sampe kurangnya hiburan, sering banget
ke Kota medan hanya untuk jalan-jalan ke mal).
Mengeluh dengan masakannya yang kurang cocok dengan lidah saya. Mengeluh
dengan pelayan di cafe, rumah makan atau supermarket yang menurut saya jauh
dari ‘standar minimum pelayanan’ (sering banget marah-marah di resto/cafe
gara-gara yang dihidangkan kurang berkenan atau ketika makanan tak kunjung
datang).
Tetapi kemudian, semua-muanya
diatas justru seperti berbalik pada saya pada saat saya sudah tidak tinggal di Aceh, dan saya sebut itu kutukan 😃😃 Walaupun cuaca terik menyengat, tapi saya
merindukan the blue sky of Aceh .. Langit Aceh itu biru banget dan bersih.
Hiburan? Sebetulnya hiburan di Aceh adalah pantai. Pantai nya sangat indah. Dan
untuk menuju kesana, cukup ditempuh sekitar 15 menit dari rumah tanpa macet.
Dan maaf nih, itu membuat saya enggan berkunjung ke pantai yang ada di
sekitaran Jawa Barat dan Banten, karena “saya sudah merasakan pantai yang
sangat indah di Aceh “ 😌
Hiburan lain di Aceh sebetulnya adalah warung kopi.
Bisa duduk berjam-jam di warung kopi dengan tema obrolan macem-macem dan cuma
mengeluarkan uang hanya 10 rb juga bisa. Selain budaya warung kopi nya yang
membuat saya rindu, juga makanan kecil khas lokal yang disajikan sebagai
pendamping minuman. Masakan Aceh ? sialnya saya baru menyukainya di saat-saat
terakhir saya tinggal di aceh. Sebelumnya saya hanya suka ayam tangkap dan mie
aceh. Tumis Aceh dengan bahan dasar ikan tongkol/tuna ternyata enak sekali.
Juga sie reboh atau daging yang direbus serta sie kameng atau gule daging
kambing yang rasanya beda. Selain itu,
panganan-panganan manis yang biasa disajikan pada saat acara maulid atau
kenduri, yang ntahlah di Jawa saya bisa dapat dimana.
Selain keluhan-keluhan di atas, dalam
kurun 4 tahun itu saya ingin segera keluar dari Aceh. Tapi, setelah kontrak
kerja selesai, saya tidak bisa langsung pulang, karena tesis belum selesai. Dan
sial nya di saat-saat terakhir itu, saya
bertemu dengan komunitas yang sangat menyenangkan dan menjadi berat
meninggalkan Aceh. Deras air mata ini ketika acara farewell party dengan mereka.
Tapi saya harus pulang (dan sayang nya
selama 4,5 tahun tinggal di Aceh, tidak ada yang berhasil menahan saya untuk
tetap tinggal) 😔
Yang menggiring saya untuk
menulis cerita ini, karena selepas isya tadi saya membuka-buka album foto lama.
Membuka satu persatu folder, mencoba merangkai ingatan. Tertawa geleng-geleng
kepala ketika melihat album waktu awal-awal saya berada di Aceh. Orang kota ke kampung, menjadi sangat
kampungan jadinya 😀, sampe ada tank TNI
.. nekat naik hanya untuk difoto.. (waktu
itu masih konflik, belum ada kesepakatan damai) tapi jadi tersenyum getir
karena di album itu masih ada foto-foto candid
saya bersama seorang rekan kerja yang berasal dari luar Aceh (waktu itu belum
genap sebulan pun tinggal di Aceh, kami terlibat cinlok...aww ngeri 😌).
Dan tahu kah bahwa salah
satu niat saya pergi ke Aceh juga dalam rangka mencari jodoh. Ingat banget,
beberapa hari sebelum berangkat, saya bertemu teman yang sangat sedih saya
meninggalkannya di bandung. Karena pada saat itu, kami merancang untuk membentuk team work
mencari peluang proyek. Saya bilang ke dia, mudah-mudahan pulang bawa perwira
TNI (secara sejak SMP saya bermimpi
menikah dengan upacara pedang pora) 😀.
Dan ... setelah tak berlanjut dengan rekan
kerja itu, beberapa bulan kemudian saya bertemu dengan seorang pria Aceh (tapi sipil..bukan
TNI) 😍. Cukup menarik perhatian, karena dia tampak mature. Tidak ada hubungan spesial,
mungkin dikarenakan jarak jauh sehingga tidak ada kesempatan, dan alasan lain
yang hanya Tuhan yang tau 😐😐
Tapi pada saat itu, saya selalu bilang ke
orang-orang begini :” loen kon ureung aceh, tapi calon laki loen ureung aceh 😁. Itu adalah satu kalimat dalam bahasa Aceh yang paling saya bisa dan ingat.😀
Ah mungkin kah itu penyebab
saya belum bisa move on dari Aceh? Merindu suasana di masjid raya dan warung
kopi, merindu main di pantai, merindu masakannya dan merindu kamu 😌😍😘