Kabupaten Empat Lawang merupakan
kabupaten pemekaran dari Kabupaten Lahat, yang pada tahun 2017 ini baru saja merayakan
ulangtahunnya yang ke -10. Menuju Empat Lawang dapat ditempuh dalam 1 jam 10
menit menggunakan pesawat dari Jakarta – Lubuk Linggau. Waktu tempuh Lubuk
Linggau – Empat Lawang sekitar 1.5 – 2 jam. Empat Lawang terkenal sebagai
penghasil kopi robusta. Kopi empat Lawang melalui Kemenhum HAM telah mendapat
sertifikat produk indikasi geografis. Indikasi geografis
adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena
faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu
pada barang yang dihasilkan. Dalam kata lain, kopi robusta Empat Lawang telah
memiliki hak paten. Adanya sertifikat IG untuk kopi Empat Lawang menunjukan
bahwa kopi empat lawang memiliki citra rasa yang berkualitas. Pemberian
sertifikat ini memberikan suatu keuntungan dan tantangan tersediri. Adanya
pengakuan hak paten akan menguntungkan bagi para pelaku usaha kopi. Tetapi,
pengakuan tersebut menjadi tantangan untuk tetap menghasilkan kopi yang baik.
Proses penanaman, pemeliharaan dan pengolahan harus betul-betul
diperhatikan agar menghasilkan kopi yang sesuai standar mutu kopi
Perjalanan dinas
kali ini, saya mendapat kesempatan untuk melihat secara langsung wilayah
penghasil kopi di Kabupaten Empat Lawang. Wilayah tersebut yaitu Kecamatan
Sikap Dalam, yang dapat ditempuh sekitar 1,5 jam dari Tebing Tinggi, ibukota
Empat Lawang. Menuju Sikap Dalam, terlebih dahulu melalui Pendopo. Setelah
sebelumnya, kita akan disuguhkan pemandangan cantik Gunung Dempo dan jalan
mulus yang meliuk, menanjak dan menurun mengikuti kontur pegunungan Bukit
Barisan. Kecamatan Sikap Dalam merupakan kecamatan pemekaran dari Kecamatan Ulu
Musi. Ibukota Kecamatan berada di Desa Karang Gede. Kantor Kecamatan dan pasar
skala kecamatan berada di desa ini. Pola permukiman linier mengikuti jaringan
jalan utama. Jaringan jalan utama yang berstatus jalan provinsi ini sebetulnya
mengikuti alur Sungai Musi. Sungai Musi merupakan salah satu sungai yang mengaliri
Kecamatan Sikap Dalam, selain kurang lebih 22 sungai dan anak sungai lainnya.
Banyak nya sungai dan permukiman yang pada umumnya berada di sepanjang aliran sungai, menandakan
bahwa masyarakat Sikap Dalam merupakan masyarakat yang bermukim di sepanjang
aliran sungai.
|
Jembatan Kuning , salah satu akses menuju Sikap Dalam dari Tebing Tinggi, | Ibukota Empat Lawang |
|
Suguhan Pemandangan Indah Menuju Sikap Dalam |
Masyarakat Sikap
Dalam merupakan masyarakat agraris yang mengandalkan hidup dari hasil-hasil
pertanian. Menurut penuturan masyarakat, dahulu masyarakat berusaha di bidang
pertanian padi sawah. Lambat laun, seiring dengan kebutuhan hidup yang semakin
meningkat, dan usaha di bidang padi sawah tidak menjanjikan, kemudian usaha
tani beralih ke tanaman kopi yang semakin menjanjikan. Walaupun demikian,
beberapa masyarakat masih mengusahakan sawah, dengan sistem pertanian sub
sisten, yaitu swasembada untuk kebutuhan keluarga sendiri.
|
Hamparan Sawah Yang Masih Tersisa di Sikap Dalam |
Umumnya, sawah
dan ladang berada di belakang permukiman dengan radius mulai dari 1 – 20 Km
dari pusat permukiman. Karena letak ladang jauh dari permukiman dan dalam
rangka menjaga ladang, beberapa masyarakat mendirikan rumah singgah di sekitar
kebun yang dikenal dengan nama Talang. Talang kemudian berkembang tidak hanya
beberapa rumah, tetapi menjadi unit permukiman. Satu Talang bisa sampai dihuni
oleh 100 – 150 Kepala Keluarga. Menurut penuturan masyarakat, biasanya Talang
dihuni oleh keluarga muda yang baru mengarungi kehidupan rumah tangga yang
belum mampu memiliki rumah sendiri di kampung. Setelah keuangan mencukupi,
mereka kemudian kembali ke desa untuk membangun rumah. Layaknya suatu unit
permukiman, di Talang terdapat beberapa fasilitas umum , seperti Masjid dan
sekolah setingkat Sekolah Dasar.
|
Pada umumnya, rumah konstruksi temporer. |
|
Bangunan Sekolah Dasar yang masih temporer |
|
Fasilitas peribadatan yang ada di Talang |
Konstruksi rumah
pada umumnya temporer dan berupa rumah panggung. Luas rumah tidak lebih dari
2,5 x 4 meter persegi. Jaringan listrik PLN belum menjangkau semua Talang.
Untuk penerangan mereka menggunakan cempor. Karena letaknya jauh dari pusat
desa, jarang sekali ada pasokan gas untuk kegiatan memasak. Umumnya, masyarakat
masih menggunakan kompor kayu bakar. Pasokan sembako dan BBM menuju Talang
memang menjadi kendala karena infrastuktur yang sangat buruk.
|
Kondisi Ruangan dalam Rumah di Talang |
Infrastruktur
menuju Talang hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. Motor dengan mesin
biasa, akan cukup sulit melalui jalan menuju talang. Pada umumnya motor yang
ada, di rakit sedemikian rupa agar dapat melalui medan yang cukup sulit. Salah
satunya, ban motor dililit menggunakan rantai.
Konstruksi jalan seluruhnya berupa tanah, dengan lebar tidak lebih dari
1 meter. Morfologi wilayah yang berbukit, menyebabkan jalan terkadang menanjak
dan menurun tajam. Perjuangan di perjalanan akan semakin sulit apabila musim
hujan tiba . Tanah menjadi lembek, bahkan tergenang, sulit dilalui bahkan tidak bisa dilalui sama
sekali. Kondisi jalan yang demikian menyebabkan waktu tempuh menuju Talang
menjadi lama. Contoh pada kondisi normal, jarak desa – Talang yang hanya 6 Km, dicapai dalam waktu tempuh 1 jam.
Sebagian besar akses menuju Talang hanya satu jalur.
|
Perjalanan yang sulit menuju Talang |
Sebagian
besar akses menuju Talang hanya satu jalur. Pada ruas jalan tertentu yang
medannya cukup berat, terkadang ditemui antrian panjang. Di beberapa titik
dapat kita temui semacam rest area yang menyajikan minuman kopi, makanan kecil
dan mie instant. Timbulnya rest area tersebut, bisa jadi dikarenakan medan yang
cukup sulit cukup memacu adrenalin dan membutuhkan energi yang besar.
|
beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan |
|
Motor yang digunakan selain untuk mengangkut kopi,juga untuk kebutuhan sehari-hari seperti gas |
|
Rest area di sepanjang jalan menuju Talang |
Keberadaan Talang
sebetulnya sangat penting dalam kegiatan perekonomian wilayah. Talang merupakan
pusat produksi dan pengolahan pasca panen. Kopi Robusta di Sikap Dalam, diolah
dengan sistem natural dry process. Setelah dipetik di kebun, buah kopi kemudian
dijemur. Pada saat musim panen, di Talang akan kita jumpai hamparan buah kopi
yang sedang dijemur, dan aktivitas masyarakat yang membolakbalikan buah kopi.
Apabila cuaca cukup panas, buah kopi bisa dijemur cukup 5 hari. Setelah buah
kopi kering, tahap selanjutnya yaitu pengelupan kulit. Umumnya pengelupasan
menggunakan mesin puller. Masyarakat di talang, ada yang memiliki mesin puller
sendiri atau beberapa orang yang memiliki mesin menyewakan pada yang tidak
memiliki. Setelah proses pengelupasan kulit, apabila kadar air dirasa sudah
sesuai standar (12%) maka jadilah biji
kopi. Apabila kadar air ternyata belum sesuai standar, maka biji kopi dijemur
kembali atau menggunakan mesin huller. Biji kopi kemudian siap untuk dijual ke
Tengkulak yang berada di Desa. Pengangkutan menuju desa itu yang membutuhkan
perjuangan yang cukup keras.
|
Hamparan Jemuran Biji Kopi di Talang |
|
Biji Kopi yang Siap diangkut |
Perjalanan menuju
Talang yang cukup ‘seru’ seperti cerita saya diatas, ternyata bukan hanya
terjadi di Sikap Dalam. Hampir seluruh perjalanan menuju Talang di Empat Lawang
(dan bisa jadi di wilayah Sumatera lainnya atau bahkan di belahan Indonesia
lainnya) konon ‘lebih seru’ dari cerita perjalanan saya. Sambil menulis cerita
ini, sesekali terdengar di televisi iklan kopi instant yang terlihat tampak
begitu nikmat. Kopi saat ini tengah menjadi gaya hidup kekinian. Industri
hilir kopi begitu pesatnya menjamur. Mungkin saja ada biji kopi tersebut berasal dari Talang ? yang
petani membawanya dengan begitu susah payah?? Bisa jadi kan ?