Suatu
pagi ketika saya sedang sarapan dengan menu potato wedges dan scrambled egg,
tiba-tiba terkenang ketika saya tinggal di Banda Aceh. Mungkin pada saat itu kondisi-nya sama, sedang tinggal sendirian di
rumah, dan saya memasak dengan bahan seada-nya yang ada di rumah. Kemudian, pikiran saya menerawang ke belakang,
di awal tahun 2009. Pada saat itu,
kontrak kerja saya dengan salah satu lembaga donor German telah berakhir,
tetapi saya masih harus tinggal di Banda Aceh, karena harus menyelesaikan
sekolah.
Sebenarnya
saya tidak tinggal sendirian, kami tinggal ber-tiga mengontrak rumah di Jalan
Beurawe. Tetapi pada saat itu, Dedes sedang pulang ke Bandung dan Iday sedang
jalan-jalan ke Malaysia.
Saya
punya sifat senang tinggal di rumah, diam di dalam rumah. Keluar hanya sampai
teras, untuk menyapu lantai. Malah pernah satu minggu, keluar teras pun tidak. Oleh
karena itu, saya punya stok bahan makanan, maksimal untuk satu minggu. Dan kebetulan,
di jalan depan sebelah rumah kami, ada swalayan tema western yang menyediakan
bahan makanan yang beku maupun fresh.
Dan
kemudian, terkenang-kenang kembali kehidupan yang sangat menyenangkan di Kota
Banda Aceh, apalagi pada malam sebelumnya sebuah stasiun televisi menayangkan 8
tahun peristiwa tsunami, yang membuat saya meneteskan air mata menontonnya. Saya
tidak mengalaminya, tapi memang pada saat peristiwa terjadi, saya sedang berada
di Kota Padang dan merasakan getaran gempa-nya. Karena peristiwa tsunami pula,
nasib membawa saya ke Aceh dan menjadi suatu bagian dari suatu komunitas yang
menyenangkan.
Semuanya
berawal dari warung kopi (Aceh sampai saat ini terkenal dengan julukan : Kota
Seribu Warung Kopi).... dan akhirnya menjadikan warung kopi sebagai tempat
berkumpul favorit. Sedikit terlambat memang saya mengenal mereka. Pada saat itu
adalah dalam masa2 end of contract dengan lembaga donor German yang telah
mengontrak saya selama 3,5 tahun.
Hari-hari
berikutnya di Aceh saya lalui bersama mereka dengan tawa dan canda. Tempat yang
wajib adalah warung kopi, tempat berikutnya adalah pantai, kadang2
bersepeda atau naik motor ke tempat wisata dan pasti titik kumpul akhirnya
adalah warung kopi. Kebersamaan yang paling menyenangkan adalah pada saat
Bulan Ramadhan. Kami melakukan safari sholat taraweh dari satu masjid ke masjid
lainnya, dan setelah shalat taraweh usai, kami berkumpul di warung kopi !
dan
karena tesis saya telah selesai, dan sayang-nya tidak ada alasan untuk bertahan
di Aceh, saya akhirnya saya harus meninggalkan Kota Banda Aceh setelah 4,5
tahun melewatkan suka duka disini. Pada saat farewell party dengan teman-teman,
tidak henti2nya air mata ini mengalir begitu deras.... pun ketika saya berada
di Bandara Sultan Iskandar Muda. Padahal pada saat itu, saya sengaja pergi sendirian
ke bandara, tidak mau diantar teman-teman, karena tidak mau air mata ini tumpah
kembali. Tapi, benar-benar tak kuasa menahan air mata ini.
dan
air mata ini pun kembali mengalir deras, ketika dua tahun kemudian, saya
mendapat tugas ke Kota Banda Aceh. Pada saat di bandara akan kembali ke Jakarta,
kembali tumpah ruah air mata ini.
dan
hanya selama 3 malam di Kota Banda Aceh, pastinya saya tidak mau melewatkan
kebersamaan dengan teman-teman disana. Dari bandara langsung meluncur ke warung
kopi !
Sungguh
suatu pertemanan yang sangat mengasikan. Dimana pun kami berada, Jakarta,
Bandung, Jogja, Medan...kalo ada kesempatan ngumpul, pasti selalu menyempatkan
berkumpul. Apalagi dengan kemajuan teknologi sekarang, kami masih bisa
tetap berkumpul di Whatsapp, dan dengan hanya satu kekurangan, kopi ! hihihi...
Terima
kasih CCers...saya bangga menjadi bagian dari kalian. Semoga kita semuanya bisa
bernostalgia, kumpul semua di warung kopi di Kota Banda Aceh ! Aamiin..